“Munculnya perkara, kasus yang dihadapi oleh suku Awyu dan suku Moi, itu memperlihatkan ada ancaman lagi ke depan yang akan memperparah perubahan iklim, kondisi iklim. Sehingga kami melihat publik sangat antusias mendukung ini,” terangnya.
Usai pertemuan dengan hakim justisial di Mahkamah Agung, ia menyebut bahwa MA memiliki komitmen untuk menerapkan hukum-hukum yang melindungi masyarakat adat dan mengatasi perubahan iklim.
Tigor juga mengatakan, hakim akan mencoba menerapkan PMA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
“Itu yang kami tunggu ke depan keputusannya seperti apa,” imbuhnya.
Baca juga: IAL Kantongi Konsesi Kebun Sawit Separuh Luas Jakarta, Suku Awyu dan Moi Gugat Pemprov Papua
Untuk diketahui, masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan dan suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya terus berupaya memperjuangkan dan mempertahankan hutan adat mereka.
Hutan tersebut merupakan sumber penghidupan, pangan, air, obat-obatan, budaya, hingga pengetahuan Masyarakat Adat Awyu dan Moi.
Hutan adat juga menjadi habitat bagi flora dan fauna endemik Papua, sekaligus sebagai penyimpan cadangan karbon yang besar.
Apabila perusahaan-perusahaan sawit tersebut dibiarkan beroperasi, tentu akan berdampak dalam menyebabkan deforestasi lebih tinggi serta krisis iklim di Tanah Air.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya