Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Wacana Taman Nasional Komodo Ditutup 2025 untuk Wisata, Mungkinkah?

Kompas.com - 23/07/2024, 10:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pasal 32 UU No 5/1990 dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apa pun oleh aktivitas manusia.

Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.

Harus diakui bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam pengelolaan TN. Pertama, luas TN yang dijaga dan diawasi tidak sebanding dengan jumlah petugas.

Rata-rata luas TN di atas 100.000 ha, bahkan ada TN yang mempunyai luas di atas 1000.000 ha. Sementara itu, petugas jagawana hanya berkisar 100 -125 orang setiap TN.

Idealnya satu orang petugas jagawana secara efektif menjaga dan mengawasi 200 – 250 ha. Oleh karena itu, TN dengan luas 100.000 ha membutuhkan petugas jagawana minimal 500 orang.

Kedua, batasan antara zona inti, zona pemanfaatan dan zona lainnya di lapangan belum jelas dan nyata. Pembuatan tata batas antarzona membutuhkan waktu yang lama dan biaya cukup besar.

Pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dan masyarakat setempat dalam menjaga, mengamankan dan mengawasi TN wajib dilakukan untuk menghilangkan kesan bahwa Balai Besar/Balai TN bekerja sendiri.

Sebagai kompensasinya, masyarakat diberi kesempatan luas untuk mengelola zona pemanfaatan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No 5/1990 pasal 34 ayat (3).

TN sebagai bagian dari kawasan konservasi adalah aset nasional yang harus dipertahankan sampai kapanpun.

Jadi sangat wajar apabila warga Pulau Komodo menentang rencana Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) menutup kawasan taman nasional untuk aktivitas wisata pada 2025 mendatang.

Warga Pulau Komodo terancam kehilangan sumber penghasilan jika kawasan TNK ditutup untuk aktivitas wisata. Sebab, sebagian besar warga di sana bekerja di sektor pariwisata seperti menjadi guide hingga menjual suvenir.

Memang besar dampaknya. Masyarakat sebagian besar mata pencaharian di wisata untuk dapat menjamin kebutuhan sehari-hari.

Rencana penutupan Pulau Komodo sebagai tujuan wisata pada 2025, juga tidak sejalan dengan misi pemerintah menetapkan destinasi wisata super prioritas (DPSP) yang dicanangkan Presiden Jokowi dan telah diperkenalkan kepada kepala negara/kepala pemerintahan negara Asean pada KTT Asean di Labuan Bajo tahun lalu.

Kalau toh untuk alasan pemulihan, mestinya hanya zona inti saja yang perlu mendapat prioritas untuk pemulihannya.

Zona selebihnya tetap dapat difungsikan sebagaimana mestinya, tentu dengan pengawasan dan penjagaan yang lebih ketat tanpa menghilangkan nilai wisatanya.

Kalaupun masih mengkhawatirkan dari aspek tekanan ekologis, jumlah pengunjung dapat dibatasi dengan pengurangan hingga 50 persen per hari.

Masih banyak cara lain yang lebih bijaksana daripada menutup total kawasan Pulau Komodo. Sesungguhnya, masyarakat yang terlibat dalam sektor pariwisata di Pulau Komodo secara langsung maupun tidak langsung juga ikut terlibat dan membantu mengawasi kelestarian Pulau Komodo dan satwa Komodo yang menjadi ikon dari Manggarai Barat dan NTT.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
DBS Foundation Gelontorkan Rp 96 M untuk Perempuan dan Anak Muda Rentan
DBS Foundation Gelontorkan Rp 96 M untuk Perempuan dan Anak Muda Rentan
Swasta
BMKG Peringatkan Cuaca Panas Bakal Terjadi hingga Awal November
BMKG Peringatkan Cuaca Panas Bakal Terjadi hingga Awal November
Pemerintah
Sampah Jadi Energi, Prabowo Teken Perpres Percepat Proyek Pembangkit Listrik dari Limbah
Sampah Jadi Energi, Prabowo Teken Perpres Percepat Proyek Pembangkit Listrik dari Limbah
Pemerintah
Energi Bersih: Mimpi Besar atau Janji Kosong Indonesia?
Energi Bersih: Mimpi Besar atau Janji Kosong Indonesia?
Pemerintah
Mom Uung Rilis Penelitian ASI Booster untuk Perkuat Literasi Menyusui di Indonesia
Mom Uung Rilis Penelitian ASI Booster untuk Perkuat Literasi Menyusui di Indonesia
Swasta
WHO: 3 Miliar Orang Alami Masalah Otak, Cuma yang Kaya Bisa Berobat
WHO: 3 Miliar Orang Alami Masalah Otak, Cuma yang Kaya Bisa Berobat
Pemerintah
Hindari Kecurangan, Pemerintah Siapkan Mekanisme Pengawasan Karbon
Hindari Kecurangan, Pemerintah Siapkan Mekanisme Pengawasan Karbon
Pemerintah
Studi Oxford dan Pennsylvania: Carbon Offset Gagal Jawab Masalah, Hentikan Saja
Studi Oxford dan Pennsylvania: Carbon Offset Gagal Jawab Masalah, Hentikan Saja
LSM/Figur
PBB Ingin Kapal Nol Emisi, AS Hadang dengan Ancaman bagi Pendukungnya
PBB Ingin Kapal Nol Emisi, AS Hadang dengan Ancaman bagi Pendukungnya
Pemerintah
Deforestasi Dunia di Luar Kendali, Naik hingga 63 Persen
Deforestasi Dunia di Luar Kendali, Naik hingga 63 Persen
LSM/Figur
4 dari 190 IUP yang Dibekukan Dibuka, Lainnya Bisa Menyusul Asal Bayar Jaminan Reklamasi
4 dari 190 IUP yang Dibekukan Dibuka, Lainnya Bisa Menyusul Asal Bayar Jaminan Reklamasi
Pemerintah
Dukung Target NZE 2060, PLN Siap Tambah Kapasitas Energi Berbasis EBT
Dukung Target NZE 2060, PLN Siap Tambah Kapasitas Energi Berbasis EBT
BUMN
Tak Punya Lahan, Jakarta dan Bandung Belum Masuk Proyek 'Waste to Energy'
Tak Punya Lahan, Jakarta dan Bandung Belum Masuk Proyek "Waste to Energy"
Pemerintah
Menteri LH Akui Ada Keteledoran Perusahaan dalam Kasus Radioaktif Cikande
Menteri LH Akui Ada Keteledoran Perusahaan dalam Kasus Radioaktif Cikande
Pemerintah
Oil Change International: Jepang Lakukan Kolonialisme Karbon di Asia Tenggara lewat Teknologi Gagal
Oil Change International: Jepang Lakukan Kolonialisme Karbon di Asia Tenggara lewat Teknologi Gagal
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau