Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Aliman Shahmi
Dosen

Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar

Mimpi Pertambangan Ramah Lingkungan: Janji Langit Biru di Atas Lahan Gersang

Kompas.com - 30/07/2024, 16:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI DUNIA di mana ekonomi sering kali mendikte langkah-langkah kebijakan, narasi mengenai pertambangan yang ramah lingkungan menjadi semakin populer.

Industri pertambangan global, yang historis dikenal karena dampaknya yang merusak lingkungan, kini berupaya keras untuk memoles citranya dengan menjanjikan proses yang lebih "hijau" dan "bersih". Namun, seberapa jauh realitas ini sesuai dengan janji-janji tersebut?

Menurut data dari Global Forest Watch, lebih dari 34 juta hektare hutan hilang secara global pada 2019, sebagian besar akibat kegiatan pertambangan.

Di Indonesia, deforestasi akibat pertambangan telah merusak lingkungan secara signifikan, terutama di Kalimantan dan Sumatera, dengan dampak yang mencakup hilangnya habitat satwa liar dan pencemaran air yang merugikan ekosistem lokal serta kesehatan masyarakat sekitar.

Kendati demikian, perusahaan tambang terus mempromosikan penggunaan teknologi baru dan metode rehabilitasi sebagai solusi untuk mengurangi dampak lingkungan negatif.

Namun, klaim ini seringkali dipertanyakan efektivitasnya. Meskipun teknologi canggih dan praktik rehabilitasi dapat membantu mengurangi kerusakan, bukti empiris menunjukkan bahwa banyak dari upaya tersebut tidak cukup untuk mengimbangi kerusakan yang sudah terjadi.

Rehabilitasi lahan bekas tambang seringkali memakan waktu bertahun-tahun dan tidak selalu berhasil mengembalikan keanekaragaman hayati atau fungsi ekosistem asli.

Selain itu, kurangnya pengawasan dan penegakan hukum yang ketat di Indonesia sering kali memungkinkan perusahaan tambang untuk menghindari tanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan yang mereka sebabkan.

Pertambangan, sebagai pilar ekonomi penting di banyak negara, memang memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB. Namun sering kali realitas ekonomi tersebut menyembunyikan biaya lingkungan yang lebih luas dan lebih merusak.

Peningkatan teknologi dalam pertambangan telah menawarkan pengurangan emisi dan limbah, tetapi ini hanya mengatasi masalah di permukaan.

Permasalahan yang lebih mendalam seperti kerusakan habitat, pengurangan keanekaragaman hayati, dan perubahan bentang alam yang dramatis, tetap berlanjut dan tidak terelakkan.

Ini mencerminkan kontradiksi antara keuntungan ekonomi jangka pendek dan kerugian ekologis jangka panjang, yang sering kali tidak terhitung dalam evaluasi dampak pertambangan.

Selanjutnya, dampak ekologis ini sering kali diwariskan kepada generasi mendatang tanpa solusi nyata, memperlihatkan kegagalan dalam mencapai keberlanjutan yang sebenarnya.

Kebijakan dan regulasi yang ada sering kali tidak cukup ketat atau tidak konsisten diterapkan, memungkinkan praktik pertambangan yang merusak terus berlanjut.

Ironisnya, walaupun ada klaim tentang 'pertambangan hijau' atau 'pertambangan berkelanjutan', realitas di lapangan sering kali berbeda, menunjukkan adanya kesenjangan besar antara teori dan praktik.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Pemerintah
Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Swasta
Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

LSM/Figur
Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

LSM/Figur
Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

LSM/Figur
Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

LSM/Figur
Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Swasta
Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Swasta
AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

Swasta
Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023

Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023

Pemerintah
Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau