Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 30 Juli 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan, mayoritas kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berasal dari modus penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai asisten rumah tangga melalui pemagangan.

Modus TPPO lain yang saat ini tengah mencuat adalah melalui judi online.

Hal tersebut disampaikan Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam Peringatan Hari Dunia Anti Perdagangan Orang 2024 yang diikuti secara daring, Selasa (30/7/2024).

Baca juga: Korban TPPO Ungkap Praktik Sindikat Internasional, Bermula Tawaran dari Facebook

Bintang menuturkan, berbagai modus operandi TPPO terus berkembang dari waktu ke waktu.

TPPO juga merupakan kejahatan transnasional yang melibatkan jaringan lintas negara.

"Sehingga kelompok pelaku kejahatannya dapat berasal dari negara-negara yang berbeda," kata Bintang.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA), jumlah korban TPPO pada 2023 tercatat 252 orang dewasa dan 206 anak.

Baca juga: Serius Tangani TPPO, Kapolda Sulbar Resmikan Rumah Perlindungan Ibu dan Anak

Bintang menyampaikan, kasus TPPO saat ini menuntut kewaspadaan yang tinggi mengingat dampak yang ditimbulkannya, khsusunya terhadap perempuan dan anak sebagai salah satu kompok yang rentan.

Seringkali, kata Bintang, perempuan dan anak menjadi incaran dan target dari sindikat atau mafia TPPO.

Banyaknya perempuan dan anak yang menjadi korban TPPO menggambarkan masih banyaknya celah yang harus diperbaiki.

Perbaikan perlu dilakukan agar tidak membuka potensi terjadinya TPPO baik dari sisi regulasi, kelembagaan, mekanisme kerja, dan infrastruktur, termasuk sumber daya manusia (SDM).

Baca juga: Tekan Kasus TPPO, Bakamla Tambah Kapal Patroli Tercepat di Indonesia

Dia menambahkan, upaya yang juga penting adalah penguatan komitmen, kepedulian, dan sinergi dengan para pihak untuk mencegah dan menangani TPPO.

Bintang berujar, pemerintah telah melalukan berbagai upaya untuk menurunkan angka perdagangan orang melalui beragam regulasi serta program.

Salah satunya adalah terbitnya Peraturan Menteri PPPA Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Berbasis Masyarakat.

"Kami mendiseminasikan aturan tersebut sebagai acuan bagi masyarakat, kementerian, lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, termasuk pemerintah desa," papar Bintang.

Bintang berujar, mengatasi TPPO juga memerlukan gerakan masif dari masyarakat serta perlu dilakukan sosialisasi yang masif mengenai bahaya TPPO hingga tingkat desa.

Baca juga: Waspada, Iklan Media Sosial Jadi Cara Baru Jerat Korban TPPO

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Pemerintah
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Swasta
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Swasta
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Swasta
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Pemerintah
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Swasta
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Pemerintah
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
Pemerintah
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Pemerintah
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau