JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) berencana melakukan penataan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk mengatasi polusi udara.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menyampaikan, saat ini pemerintah belum berencana untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, namun akan menaikkan kualitas BBM.
Hal ini dilakukan agar subsidi BBM lebih tepat sasaran kepada golongan yang benar-benar membutuhkan.
Baca juga:
“Uang negara harus benar-benar dinikmati oleh kalangan yang membutuhkan,” ujar Rachmat dalam keterangan resmi, Selasa (6/8/2024).
Menurutnya, kualitas BBM di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara lain di dunia. Bahkan, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal oleh Vietnam dan Thailand.
Rachmat mengungkapkan, hingga saat ini hanya terdapat tiga jenis bahan bakar yang memenuhi standar bahan bakar rendah sulfur dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm atau EURO 4 di Indonesia, yaitu diesel (B35) CN 51, bensin RON 95, dan bensin RON 98.
Bahan bakar lain, seperti bensin RON 90, bensin RON 91, dan diesel CN 48 masih memiliki batas maksimal kandungan sulfur di atas 50 ppm, tapi ditargetkan mencapai 50 ppm secara bertahap.
“Kemenko Marves melihat isu lingkungan dan penyediaan BBM ramah lingkungan merupakan isu mendesak yang harus segera diselesaikan,” imbuhnya, dalam pernyataan tertulis.
Saat ini, kata dia, BBM bersubsidi masih memiliki kadar sulfur sebanyak 500 parts per million (ppm).
Padahal, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20/Setjen/Kum.1/3/2017 mewajibkan kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar bensin untuk memenuhi standar emisi gas buang EURO 4 atau memiliki maksimal kandungan sulfur 50 ppm.
Baca juga:
Merujuk kajian Vital Strategies dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2019, menunjukkan bahwa emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar polusi udara di musim hujan maupun panas, masing-masing sebesar 32-41 persen dan 42-57 persen.
“Emisi kendaraan konsisten menjadi sumber utama polusi udara,” katanya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mencatat, kendaraan bermotor menyumbang polusi udara Jakarta sebesar 44 persen pada 2023. Hal itu menunjukkan transportasi sangat berpengaruh terhadap masalah polusi.
Selain itu, sektor transportasi juga merupakan kontributor CO2 terbesar kedua sebesar 23 persen, berdasarkan data International Energy Agency pada 2021.
Peneliti Senior Institute of Essential Services Reform (IESR) Julius Christian Adiatma memaparkan, sektor transportasi menyumbang polusi udara perkotaan terbesar, yaitu 47 persen.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya