Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

60 Persen Penyakit pada Seseorang Disebabkan Polusi Udara

Kompas.com - 11/07/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Kepala Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) Budi Haryanto mengatakan dampak polusi udara terhadap kesehatan fisik maupun mental manusia dapat dibagi menjadi dua yaitu jangka pendek dan panjang.

Budi menuturkan, sebanyak 60 persen penyakit yang diidap seseorang umumnya berasal dari paparan polusi udara.

"Bandingkan dengan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi lewat mulut. Itu hanya sekitar 15 persen," kata Budi sebagaimana dilansir Antara, Rabu (10/7/2024).

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Makin Memburuk, Ini Langkah Kurangi Polusi

Budi mengatakan,  penyakit pada orang yang terpapar polusi udara berupa batuk, flu, dan radang tenggorokan dalam jangka pendek. Sementara penyakit jangka panjang berpotensi lebih kronis.

Budi menjabarkan, pencemar kimia dapat tersimpan di dalam paru-paru dan organ lain, seperti otak, ginjal, dan jantung, melalui saluran peredaran darah.

Timbunan pencemar dapat menyebabkan gangguan jantung, ginjal, kanker paru-paru, bahkan stroke.

Selain penyakit fisik, lanjutnya, polusi udara juga salah satu pemicu penyakit mental. Timbunan pencemar di otak dapat memicu gangguan kecemasan, demensia, dan depresi.

"Ini disebabkan senyawa kimia seperti merkuri, timbel, dan kadmium, serta logam-logam berat berbahaya lainnya yang terkandung, terbawa dalam udara," ungkapnya.

Baca juga: Polusi Udara Pembunuh Nomor 2 di Dunia

Polusi dalam ruangan

Paparan polusi udara tidak hanya berpengaruh di luar ruangan atau bangunan, tetapi juga bisa di dalam ruangan.

Pencemar yang terbawa masuk ke dalam ruangan tersebut dampaknya dapat memengaruhi kesehatan, bahkan kinerja orang-orang di dalamnya.

Budi menambahkan, polusi udara yang terbawa ke dalam ruangan berasal dari pergerakan pekerja dari rumah ke kantor dan sebaliknya.

Dalam perjalanan, pencemar dari emisi kendaraan dan kondisi sekitar dapat menempel di pakaian pekerja dan menyebar di dalam ruangan tertutup.

"Pekerja keluar-masuk dari rumah, naik sepeda motor, kemudian di jalan tertempel pencemar kimia dari kendaraan lain atau virus dan bakteri dari jalan, sehingga saat di kantor pencemar yang menempel di sepatu atau pakaiannya bisa menyebar," ucap Budi.

Baca juga: Sistem Transaksi Tol MLFF Bisa Kurangi Kemacetan hingga Polusi Udara

Pencemar biologis maupun kimiawi dapat menempel pada pekerja maupun orang yang ada di dalam ruangan tertutup.

Ada juga pencemar dari kegiatan perkantoran, seperti penggunaan mesin cetak dan fotokopi, membuat polusi udara di dalam ruangan menjadi lebih parah.

Fenomena gedung perkantoran yang memiliki tingkat konsentrasi polusi udara yang tinggi disebut sick building syndrome. Kondisi ini dapat diperparah oleh ketiadaan ventilasi yang baik.

Sebelumnya publikasi dalam jurnal ilmiah PubMed Central melaporkan, polusi udara berkaitan dengan berkurangnya tingkat kebahagiaan dan meningkatkan tingkat gejala depresi.

Sedangkan dalam jurnal Environmental Pollution mencatat adanya kaitan antara paparan jangka panjang pada particulate matter (PM) 2,5 terhadap peningkatan risiko depresi.

Baca juga: Elektrifikasi Transportasi Perkotaan Kurangi Emisi GRK dan Polusi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Pemerintah
1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

LSM/Figur
Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

LSM/Figur
Beri Dampak Positif Masyarakat, Pupuk Indonesia Gelar Program 'AKSI' di Banjarnegara Jateng

Beri Dampak Positif Masyarakat, Pupuk Indonesia Gelar Program "AKSI" di Banjarnegara Jateng

BUMN
Kawasan Karst Banjir Pengunjung, Ini Strategi Kurangi Dampak Negatifnya

Kawasan Karst Banjir Pengunjung, Ini Strategi Kurangi Dampak Negatifnya

LSM/Figur
Dianggap Berhasil Tangani Emisi dan Iklim, RI Raih Penghargaan Green Eurasia 2024

Dianggap Berhasil Tangani Emisi dan Iklim, RI Raih Penghargaan Green Eurasia 2024

Pemerintah
BI Luncurkan Kalkulator Hijau, Perusahaan Bisa Langsung Hitung Emisi

BI Luncurkan Kalkulator Hijau, Perusahaan Bisa Langsung Hitung Emisi

Pemerintah
Tanoto Foundation Ungkap Urgennya Peran Pendidikan Anak Usia Dini

Tanoto Foundation Ungkap Urgennya Peran Pendidikan Anak Usia Dini

LSM/Figur
Baru Dilantik, DPR Dituntut Perjuangkan UU Kriris Iklim

Baru Dilantik, DPR Dituntut Perjuangkan UU Kriris Iklim

Pemerintah
Perencanaan Kebijakan Harus Pahami Perubahan Iklim Regional

Perencanaan Kebijakan Harus Pahami Perubahan Iklim Regional

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau