Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Miliar Orang di Dunia Diperkirakan Tak Punya Akses Air Minum Bersih

Kompas.com - 19/08/2024, 10:42 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Akses ke air bersih merupakan hak asasi manusia. Sayangnya, dari sekitar 8 miliar orang di Bumi, lebih dari 4,4 miliar di antaranya diperkirakan tidak memiliki akses ke air minum yang dikelola dengan aman.

Temuan yang dipublikasikan di jurnal Science, 15 Agustus 2024 ini berdasarkan simulasi komputer dari data negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Angka simulasi tersebut lebih dari dua kali lipat yang dihitung oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

"Oleh karena itu jumlah orang yang tidak mendapatkan air minum yang aman mungkin sangat diremehkan," ungkap ahli mikrobiologi lingkungan Esther Greenwood dari Eawag, sebuah lembaga penelitian akuatik di Dübendorf, Swiss.

Akses terhadap Air Minum

Seperti dikutip dari Science News, Senin (19/8/2024) dengan menggunakan simulasi komputer yang memadukan data lingkungan dengan data survei dari hampir 65.000 rumah tangga di seluruh dunia, Greenwood dan rekan-rekannya membuat peta untuk 135 negara yang menunjukkan wilayah-wilayah yang mungkin memiliki layanan air minum yang dikelola dengan aman pada tahun 2020.

Baca juga: Ketersediaan Air di IKN

Dengan membandingkan peta-peta yang ada beserta data populasi dari UNICEF, tim tersebut memperkirakan jumlah orang yang tidak memiliki akses ke air minum bersih.

Tim tersebut menemukan bahwa wilayah-wilayah dengan penggunaan air bersih terendah meliputi Afrika sub-Sahara, Asia Selatan, dan Asia Timur.

Faktor-faktor pembatas yang paling umum terhadap akses air minum yang aman meliputi kontaminasi bakteri dan kimia serta infrastruktur yang tidak memadai.

Misalnya, sekitar 650 juta orang di Afrika sub-Sahara tidak memiliki layanan air minum di dalam atau di dekat rumah mereka.

Negara-negara berpendapatan tinggi tidak disertakan dalam analisis, tetapi tim tersebut mengakui bahwa beberapa populasi di negara-negara ini mungkin juga memiliki akses yang tidak memadai terhadap air minum yang aman.

Perkiraan baru tersebut mungkin tidak akan menggantikan hitungan resmi, yang didasarkan pada data yang disediakan negara, bukan survei dan simulasi.

Baca juga: Jadi Bom Waktu, Kebutuhan Air di Jakarta Lebih Besar daripada Debitnya

"Sangat tidak mungkin mereka yang membuat perkiraan resmi akan setuju dengan hanya menggunakan metode ini, karena ada lebih banyak proyeksi yang terlibat di dalamnya," kata peneliti solusi air Gregory Pierce dari University of California, Los Angeles.

Namun, Pierce ingin perkiraan baru tersebut memacu investasi lebih lanjut dalam upaya untuk meneliti dan membuat air bersih lebih mudah diakses, yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa diklasifikasikan sebagai hak asasi manusia.

"Kita telah berinvestasi di dalamnya selama beberapa waktu sebagai komunitas global, tetapi kita belum pernah benar-benar meningkatkan skalanya," katanya.

"Jadi, mudah-mudahan ini akan mengarah pada apa yang dibutuhkan untuk menutup kesenjangan tersebut," tambah Pierce.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Pemerintah
Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Swasta
Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

LSM/Figur
Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

LSM/Figur
Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

LSM/Figur
Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

LSM/Figur
Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Swasta
Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Swasta
AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

Swasta
Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023

Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023

Pemerintah
Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau