Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

Kompas.com, 17 September 2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Pencegahan kerusakan ekosistem hutan di Indonesia membutuhkan perlindungan sosial adaftif yang terintegrasi berbasis kemasyarakatan.

Hal tersebut disampaikan pakar sosial-ekonomi IPB University Cut Sri Rozanna, sebagaimana dilansir Antara, Senin (16/9/2024).

Rozanna mengatakan, perlindungan sosial adaptif kemasyarakatan merupakan pendekatan untuk menyesuaikan perilaku masyarakat di daerah supaya tidak hanya mengandalkan hutan untuk bertahan hidup.

Baca juga: Hutan Wakaf Bisa Jadi Inisiatif Strategis Penerapan ESG

"Masyarakat di daerah ini diberikan intensif atau pemberdayaan yang dengan begitu nilai ekonomi dan budaya mereka terjaga, dan tidak lagi merambah hutan," kata Rozana dalam siniar bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Menurut dia, separuh luas daratan Indonesia adalah hutan. Sehingga hubungan masyarakat dengan rimba sangat berkaitan erat.

Kedekatan tersebut patut diperhatikan sehingga tidak berubah menjadi perambahan yang justru merusak ekosistem dan memicu bencana alam.

Misalnya masalah klise yang dihadapi saat ini seperti kawasan hutan beralih fungsi menjadi pemukiman atau lahan pertanian untuk menjawab tuntutan seiring populasi masyarakat yang terus berkembang.

Baca juga: 40 Persen Hutan Amazon yang Penting Masih Belum Terlindungi

Di sinilah, kata Rozanna, perlindungan sosial adaptif memainkan peran intinya.

Peran tersebut yaitu dengan memberikan dukungan sumber daya hingga melakukan penguatan investasi dan pemberdayaan masyarakat supaya mendapatkan nilai tambah.

Perlindungan sosial adaptif yang sudah dilakukan pemerintah salah satunya seperti membentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) untuk mencegah pembukaan ladang berpindah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sebanyak 5.245 KUPS telah terbentuk dan mendapatkan nilai ekonomi sebesar Rp 519 miliar atau 67,88 persen per Juli 2023.

Baca juga: Microsoft Beli 234.000 Kredit Karbon untuk Restorasi Hutan dari Perusahaan Meksiko

Akan tetapi, Rozanna menilai program-program yang diinisiasi oleh pemerintah tersebut masih perlu diintegrasikan secara utuh.

Integrasi tersebut melibatkan berbagai pihak mulai dari antara kementerian atau lembaga terkait, pemerintah pusat, hingga pemerintah daerah.

Hal itu diperlukan agar pelaksanaan berbaga program tidak tumpang tindih kebijakan dan dapat mencapai targetnya.

Rozanna menyampaikan, integrasi untuk menangguhkan masyarakat lokal di daerah penting sebagai pondasi negara.

"Saya menilai hal itu sebagai investasi jangka panjang. Ketika hutan terlindungi maka lingkungan ekologis menjadi terjaga dan dampak positifnya mengurangi risiko bencana hingga resiliensi berkelanjutan," ucap Rozanna.

Baca juga: Wujudkan Hutan Berbasis Rakyat, Amartha Tanam 2000 Pohon di Bali

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Pemerintah
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
LSM/Figur
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
Pemerintah
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau