Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Urgensi Perubahan Kebijakan Demi Tekan Angka Stunting di Indonesia

Kompas.com, 28 Agustus 2024, 19:17 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lonjakan harga pangan terutama beras, menyebabkan sulitnya kebutuhan gizi masyarakat terpenuhi. Stunting pun menjadi ancaman bagi masyarakat tidak mampu. 

Data dari Panel Harga Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIPS) mengungkapkan, pada Februari 2024 harga beras medium Il meningkat tajam sebesar 6,25 persen, atau Rp 900/kg, menjadi Rp 14.250/kg dibandingkan Januari 2024.

Food Monitor Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mencatat, harga pangan pada Pemilu yang berlangsung November 2023 hingga Februari 2024 tercatat 15,41 persen lebih tinggi dibandingkan Februari tahun lalu.

"Kenaikan ini tidak hanya berpotensi meningkatkan angka inflasi, tetapi juga mengancam daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan," ujar Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta dalam keterangannya, Rabu (28/8/2024). 

Ia menjelaskan bahwa beban yang ditimbulkan oleh kenaikan harga beras menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya biaya hidup.

"Yang pada gilirannya turut menurunkan akses masyarakat terhadap pangan yang sehat dan bergizi," imbuhnya. 

Reformasi kebijakan

Aditya mengatakan, kebijakan perdagangan komoditas pangan, khususnya terkait impor, memainkan peran kunci dalam menentukan keterjangkauan harga pangan.

Namun, saat ini, sistem kuota impor yang diatur oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat memicu praktik monopoli dan menambah harga sejumlah komoditas strategis.

Hambatan non-tarif atau Non-Tariff Measure (NTM) juga terbukti menambah biaya impor, yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen.

NTM adalah bentuk kebijakan perdagangan internasional yang telah diterapkan oleh negara-negara terkait standar mutu dan persyaratan yang berkaitan dengan aspek kesehatan (sanitary).

Menurut temuan studi CIPS, NTM menaikkan harga pangan domestik hingga 67,2 persen di atas harga internasional.

Jika kuota impor dihapuskan, harga beras dalam negeri bisa turun drastis, hanya 8,4 persen lebih tinggi dari harga pasar internasional.

"Dengan demikian, reformasi kebijakan perdagangan sangat diperlukan untuk menurunkan harga pangan, memperbaiki gizi masyarakat, dan membantu pemerintah dalam upaya menurunkan prevalensi stunting di Indonesia," tuturnya. 

Rekomendasi CIPS

Oleh karena itu, CIPS merekomendasikan perumusan kebijakan yang lebih inklusif dan efisien untuk membuka akses masyarakat terhadap beragam sumber pangan.

"Kebijakan ini juga perlu mendukung penurunan harga pangan impor dan memastikan stabilitas pasokan dalam negeri, sehingga semua lapisan masyarakat dapat menikmati pangan yang terjangkau dan sehat," ujarnya. 

Aditya menilai, penurunan harga pangan melalui penurunan NTM berkorelasi dengan angka kemiskinan. Sebab, sekitar 70 persen pengeluaran masyarakat miskin adalah pengeluaran untuk pangan.

Lebih jauh, pengendalian angka kemiskinan berperan dalam upaya penurunan angka stunting, yang pada saat ini masih menyentuh 21,5 persen penduduk. Angka itu jauh di atas target 14 persen yang ditetapkan pemerintah untuk dicapai pada tahun 2024.

Penurunan angka stunting, kata dia, juga memerlukan penguatan koordinasi antar kementerian dan lembaga dalam upaya untuk menekannya. 

"Penanganan stunting membutuhkan intervensi yang bersifat jangka panjang dan tidak taktis untuk menghasilkan perubahan gaya hidup dan perubahan pola konsumsi pangan," pungkasnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau