PEMERINTAHAN Joko Widodo mengeluarkan kebijakan progresif untuk menerapkan Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah sulfur pada sektor transportasi, seperti kendaraan motor dan mobil di seluruh Indonesia.
Nantinya pemerintah akan menerapkan kebijakan BBM rendah sulfur pada diesel atau solar. Alasan kebijakan itu dikeluarkan sebagai upaya mengurangi sumbangan polusi udara, khususnya dari pembakaran BBM sektor kendaraan atau transportasi.
Pemerintah sedang menyiapkan peluncuran BBM rendah sulfur dengan standar setara Euro 4. Peluncuran BBM rendah sulfur ini seiring rencana sosialisasi penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran yang akan dilakukan pada 1 September 2024.
Jakarta menjadi barometer pemberlakuan kebijakan BBM rendah sulfur karena melihat fakta tingkat polusi udara yang sangat tinggi.
Jakarta sedang menjadi sorotan global karena udaranya kotor. Beberapa media internasional menobatkan Jakarta sebagai kota paling tercemar di dunia.
Situs IQAir (11/8/2023) menyatakan kualitas udara di Jakarta berada dalam kategori tidak sehat dan tak layak hidup.
Berdasarkan situs tersebut, indeks kualitas udara di Jakarta mencapai angka 177 dengan polutan utamanya sebesar PM 2,5 dan nilai konsentrasi 105 mikrogram per meter kubik. Itu artinya, kualitas udara diambang petaka bagi manusia.
Sejumlah analis kesehatan mengatakan kualitas udara dapat berakibat fatal bagi kesehatan tubuh manusia.
Berbagai data menunjukan bahwa Indonesia memiliki jumlah kematian dini tertinggi (lebih dari 50.000 jiwa) yang terkait dengan polusi udara di Asia Tenggara.
Rata-rata tahunan konsentrasi PM2.5 di Jakarta lebih tinggi empat sampai lima kali dibandingkan standar Pedoman Kualitas Udara WHO.
Jumlah kematian yang dikaitkan dengan PM2.5 di Jakarta terbesar secara nasional (hampir 36 jiwa) per 100.000 jiwa dibandingkan dengan 20 jiwa per 100.000 jiwa di tingkat nasional.
Diperkirakan terdapat 5,5 juta kasus penyakit terkait polusi udara yang dilaporkan pada 2010 (hampir 11 kasus per menit) di Jakarta dengan biaya pengobatan langsung.
Angkanya setara dengan Rp 60,8 triliun pada 2020. Ini tentu pertanda bahaya dan menunjukan Jakarta menjadi kota tak layak huni.
Banyak faktor yang memengaruhi tingginya polusi udara Jakarta. Namun, faktor paling dominan menurut data yang tersedia adalah transportasi umum dan pribadi berbahan bakar fosil, seperti BBM.
Kendaraan berbahan bakar bensin dan solar menyumbang 32-57 persen terhadap tingkat PM2.5. Meskipun belum dapat ditentukan proporsi dari kendaraan di jalan raya dan dari emisi off-road (misalnya: kendaraan logistik).
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya