KOMPAS.com - Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) menilai, salah satu faktor utama rendahnya tingkat kesejahteraan keluarga nelayan kecil adalah kondisi kehidupan mereka yang memprihatinkan. Ini terlihat dari kondisi permukiman kumuh di wilayah pesisir.
Ketua Umum KPPI, Rosinah menyebutkan bahwa permukiman tersebut ditandai dengan penduduk dan bangunan yang sangat padat, rumah tidak layak huni, dan sanitasi buruk.
“Permasalahan sanitasi masyarakat di wilayah pesisir secara keseluruhan meliputi penyediaan air bersih, penyediaan tempat pembuangan sampah yang layak, pembuangan limbah cair, dan tempat pembuangan sampah rumah tangga. Semua itu hampir tidak ditemukan di wilayah pesisir,” ujar Rosinah dalam keterangannya, Selasa (17/9/2024).
Baca juga: Pelestarian Sumber Air Jadi Kunci Hadirkan Air Bersih dan Sanitasi Layak bagi Masyarakat
Ia menjelaskan, banyak desa pesisir di Indonesia belum memiliki akses sanitasi yang layak dan aman.
Sebanyak 16,6 persen desa pesisir membuang limbah air kotor ke dalam lubang di tanah atau ruang terbuka seperti sawah, kolam, sungai, laut, pantai dan kebun.
Sementara itu, 81,4 persen desa pesisir membuang sampah dengan cara dikubur di dalam tanah, dibakar, atau dibuang ke sungai atau saluran drainase.
KPPI bersama koalisi Koalisi Masyarakat untuk Air dan Sanitasi Berkeadilan, Inklusif dan Berkelanjutan (Just-In WASH Calition Indonesia) yang terdiri dari KNTI, Seknas Fitra, Perkumpulan Inisiatif, dan IBP Indonesia, menyatakan bahwa kondisi ini terjadi karena terbatasnya pelayanan pemerintah.
"Dan kurangnya kesadaran warga tentang perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan tempat mereka tinggal," imbuh dia.
Baca juga: Kepala Desa di Aceh Diminta Perhatikan Air Minum dan Sanitasi
Sementara itu, Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, menyampaikan bahwa orientasi pembangunan di kawasan pesisir, terutama di wilayah pemukiman penduduk masih kurang mendapat perhatian.
Pembangunan kawasan pesisir bahkan cenderung berorientasi pada komersialisasi dan privatisasi yang mengarah pada peminggiran hak-hak warga, terutama nelayan kecil.
Menurutnya, hal-hal mendasar masih menjadi masalah utama di pemukiman pesisir yang notabene merupakan perkampungan nelayan. Seperti penyediaan air bersih dan sanitasi yang masih buruk.
Baca juga: 3 Kampus Bangun Sistem Air Minum dan Sanitasi Anti Perubahan Iklim
"Jika melihat wajah Indonesia dari pesisir, dengan mudah kita akan menyaksikan kemiskinan yang begitu nyata, kawasan kumuh, sanitasi yang buruk, dan akses air bersih yang sulit. Seolah pembangunan tidak sampai ke pesisir, apalagi ke kampung nelayan," tegas Dani.
Ia pun mendesak pemerintah di tingkat pusat dan daerah lebih serius mengatasi persoalan ini. Menurutnya, perlu komitmen kuat dari pemerintah, alokasi anggaran memadai, serta mendorong kolaboasi dan partisipasi warga demi mendukung pembangunan pemukiman pesisir yang sehat dan berkelanjutan.
Oleh karena persoalan tersebut, koalisi akan mengadakan Pekan Aspirasi Perempuan Pesisir di lima kabupaten/kota yakni di Kota Semarang, Kota Medan, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bangkalan. Agenda digelar berurutan dari 16 September sampai dengan 28 September 2024.
Baca juga: Praktik Baik Penyusunan Sanitasi di Sekolah Perlu Dikembangkan
“Kami akan mengadakan Pekan Aspirasi di lima daerah, agenda akan berlangsung selama tiga hari di setiap daerahnya. Diisi dengan agenda pendidikan perempuan pesisir, pertunjukan budaya, aksi peduli lingkungan, serta dialog bersama para pengambil kebijakan," pungkas Rosinah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya