KOMPAS.com - Tim kolaborasi Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan University of Technology Sydney (UTS), yang tergabung dalam Program Koneksi menyampaikan hasil penelitian mereka terkait sistem air.
Mereka menciptakan sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) yang tahan terhadap perubahan iklim.
Hasil penelitian tersebut dipaparkan oleh tim yang merupakan kolaborasi antara UI, UTS, Center for Regulation Policy and Governance (CRPG), dan UGM.
Tim UI terdiri atas Dr Cindy Rianti Priadi sebagai Team Leader Comp B, dan Dr Ing Sucipta Laksono sebagai Co-Lead Researcher.
Baca juga: Pencemaran Air Dapat Sebabkan Stunting Hingga Kanker
"Kita harus mengapresiasi usaha yang telah dilakukan melalui PAMSIMAS dalam menanggulangi dampak permasalahan teknis. Dampak perubahan iklim sudah mulai terasa, harus ada tindak lanjut seperti memiliki sumber air cadangan, penyesuaian material, pipa, dan pompa," ujar Sucipta Laksono.
Dalam kegiatan tersebut, Tim Koneksi berkesempatan untuk memperkenalkan alat penilaian mandiri bagi KPSPAMS yang diberi nama Rural Water Supply Climate-Resilient Monitoring Tool (RWS-CRMT).
Alat ini mampu menilai kerentanan/ketahanan layanan air pedesaan terhadap perubahan iklim, dikutip dari Antara, Selasa (11/6/2024).
Selama proses pengembangannya telah dimulai sejak September 2023 hingga Mei 2024, RWS-CRMT telah diuji ke 100 Kelompok Pengelola Sarana Prasarana Air Minum Sanitasi (KPSPAMS) yang tersebar pada14 provinsi di Indonesia.
Provinsi tersebut adalah Jawa Tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggaran Barat (NTB), Sumatera Barat, Yogyakarta, Jawa Barat, Riau, Lampung, Kalimantan Barat, NTT, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Untuk mencapai ketahanan iklim dan transformasi ekonomi di Indonesia, menurutnya, fondasi untuk populasi yang produktif dan sehat antara lain adalah lewat ketersediaan pasokan air bersih. Dengan demikian, air bersih merupakan hal yang sangat penting.
Baca juga: Layanan Air Minum dan Sanitasi Indonesia Baru Mencapai 20 Persen
Dekan FTUI Heri Hermansyah mengungkapkan, kolaborasi antar-institusi ini mampu menciptakan alat penilaian kerentanan layanan air.
"Inisiatif ini penting untuk mengatasi isu akses dan kualitas air, terutama dalam menghadapi perubahan iklim dan pertumbuhan populasi," ujarnya.
Alat penilaian ini akan membantu mengidentifikasi tantangan layanan air dan memastikan akses yang aman dan terjangkau bagi semua.
"Saya mengapresiasi dedikasi tim peneliti dari ketiga universitas dan pusat regulasi, serta berharap kolaborasi ini terus menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat," pungkas Heri.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya