Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Lembaga Ingatkan Bahayanya Ekspor Pasir Laut bagi Kawasan Pesisir

Kompas.com - 19/09/2024, 20:52 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat pesisir bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyampaikan penolakan terhadap pertambangan dan ekspor pasir laut yang baru-baru ini dilegalkan oleh Pemerintah Indonesia. 

Pelegalan tersebut disahkan melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2024.

Direktur WALHI Sulawesi Selatan, Muhammad Al-Amin mengatakan, pembukaan ekspor pasir laut akan menyebabkan kerugian besar bagi ribuan warga pesisir lokal. 

Baca juga: Para Calon Pembeli Pasir Laut RI: Singapura, Malaysia, hingga China

“Kebijakan Pemerintah untuk rencana ekspor pasir laut melalui PP No 26 tahun 2023 dan Permendag No. 20 Tahun 2024 mengenai pengelolaan hasil sedimentasi di laut merupakan keputusan yang sangat buruk hanya akan menimbulkan kerugian sangat besar bagi masyarakat pesisir," ujar Amin dalam konferensi pers yang dipantau daring, Kamis (19/9/2024). 

Lebih lanjut, kata dia, kebijakan ini akan mendorong kerusakan sosial ekologis di pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. 

"Jika pasirnya dikeruk, otomatis biotanya juga pasti terganggu. Nah ini juga dampak lain, abrasi terjadi karena dinding lantai laut atau dasar laut itu berubah, terjadi kubangan yang signifikan dan dalam di dasar laut, sehingga otomatis pasir di darat atau daratan akan terkikis untuk bisa menutupi sedimen, menutupi lubang yang ada di dasar laut. Jadi pemukiman hancur, karena tanahnya tergerus dan juga mengalami abrasi," papar dia. 

Baca juga: Jokowi Bantah Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka hingga DPR Akan Panggil Mendag

Dampaknya, banyak nelayan yang semakin miskin dan kehilangan pekerjaan karena kantong-kantong pertambangan pasir laut.

"Dalam catatan kami, kurang lebih ada 6.000 sampai 8.000 nelayan yang terdampak akibat proyek tambang pasir Laut ini. Begitu signifikan dan begitu masif," tambahnya. 

Nelayan Lokal Tak Diperhatikan

Tak hanya baru-baru ini karena kebijakan tersebut, Amin mengatakan bahwa sudah sejak lama terjadi perlawanan para masyarakat pesisir.

Dengan maksud menahan perusahaan ataupun pemerintah yang ingin melakukan penambangan di wilayah pesisir, tanpa memerhatikan nelayan lokal. 

Baca juga: Air Bersih dan Sanitasi Wilayah Pesisir Masih Perlu Perhatian

Perempuan nelayan dari Pulau Kodingareng, Sarinah, mengatakan bahwa pertambangan pasir laut sangat merugikan perekonomian masyarakat di tempatnya.

"Abrasi yang menghantam pulau sangat terasa sejak penambangan pasir dilakukan pada 2020 lalu. Ikan di laut kami sudah tidak ada lagi. Lebih dari 50% nelayan sulit mendapatkan pemasukan," tutur dia. 

Bahkan, di Pulau Kodingareng, nelayan bisa kehilangan angka ekonomi dengan total sebesar Rp milyar, akibat pertambangan pasir laut yang dilakukan salah satunya oleh Perusahaan Belanda, PT Boskalis. 

Sementara, di Bangka Belitung, penambangan pasir laut telah dilakukan sejak 2001. Setiap bulan sebanyak 300.000 - 500.000 ton dibawa untuk kepentingan ekspor ke Singapura.

Dua dekade selanjutnya, berdasarkan analisis citra tahun 2017, terumbu karang yang sebelumnya seluas 82.259,84 hektar, hanya tersisa sekitar 12.474,54 hektar.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Swasta
Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Pemerintah
BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

Pemerintah
Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Pemerintah
Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Pemerintah
Laporan 'Health and Benefits Study 2024': 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Laporan "Health and Benefits Study 2024": 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Swasta
Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Pemerintah
Forum 'ESG Edge' Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

Forum "ESG Edge" Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

LSM/Figur
Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Pemerintah
Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau