Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Perlu Tetapkan Target Transisi Energi yang Agresif untuk Raih Pendanaan Maksimal

Kompas.com - 23/09/2024, 16:15 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laporan terbaru Climate Analytics dan NewClimate Institute menyebut kebutuhan listrik Indonesia diperkirakan tumbuh empat kali lipat pada 2050 seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan rasio elektrifikasi.

Namun, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas listrik surya dan anginnya dari yang saat ini 0,2 persen menjadi 60 persen pada 2050.

Untuk mencapai angka tersebut, laporan berjudul “Setting 1,5°C compatible wind and solar targets: Guidance for key countries” ini mengungkapkan Indonesia membutuhkan bantuan pendanaan internasional dan juga menetapkan target yang ambisius dan spesifik.

Baca juga:

Jika itu berhasil dilakukan, tidak hanya akan membatasi kenaikan suhu 1,5°C, penetapan target yang ambisius dan jelas ini akan menciptakan kepastian untuk membuka investasi.

Sesuai kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP), listrik energi surya Indonesia ditargetkan 29 gigawatt (GW) dan angin 9 GW pada 2030.

Akan tetapi, menurut laporan ini, target tersebut kurang ambisius. Indonesia seharusnya mengejar kapasitas listrik energi surya hingga 77 GW dan angin 29 GW pada 2030 serta 590 GW dan 150 GW berturut-turut pada 2050.

 

Indonesia juga perlu mengakhiri penggunaan energi fosil di sektor kelistrikan pada 2045 dari porsi saat ini 80 persen.

“Indonesia baru mulai mendorong energi surya dan angin. Untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain, perlu target yang ambisius dan jelas serta dikombinasikan dengan peningkatan pendanaan iklim internasional secara signifikan," kata Neil Grant, penulis laporan dari Climate Analytics dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (23/9/2024).

"Selain itu menutup PLTU batu bara yang sudah tua dan beralih ke energi terbarukan tidak hanya efisien dari aspek biaya, tetapi juga berdampak positif dari aspek kesehatan dan lingkungan,” lanjut Grant.

Baca juga:

Dukungan Internasional

Laporan juga menyebut dukungan internasional jadi penentu keberhasilan negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk mendongkrak listrik surya dan angin.

Pendanaan berbasis hibah dan peningkatan kapasitas, termasuk untuk mengembangkan dan mendukung kerangka kerja kelembagaan, dibutuhkan untuk memitigasi dampak transisi ke energi terbarukan.

Investasi energi surya dan angin saat ini baru terpusat mayoritas di negara maju dan China sementara Indonesia pun memiliki peran menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk energi terbarukan.

Untuk itu, penulis laporan menyebut pemerintah perlu mengirimkan sinyal transisi energi yang jelas, seperti menetapkan target energi terbarukan yang ambisius dalam Dokumen Iklim (Nationally Determined Contribution/NDC) terbaru, serta merinci jenis teknologi dan periode waktu perencanaan untuk mencapai target.

Baca juga: Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan

Pemerintah juga perlu memperbaiki kerangka kebijakan dan tata kelola sektor energi agar selaras dengan transisi dari energi fosil ke terbarukan.

Tak hanya itu, pemerintah perlu menolak pula kepentingan industri energi fosil yang memperlambat transisi ke energi surya dan angin, serta mengatasi kebutuhan transisi berkeadilan.

“Industri siap mempercepat peningkatan kapasitas energi surya dan angin yang diperlukan untuk memenuhi target iklim. Pelaku bisnis mendesak pemerintah dunia untuk menetapkan target yang ambisius, spesifik, dan dapat dijalankan dalam NDC dan rencana energi mereka. Hal ini akan menciptakan kepastian pasar untuk membuka investasi dan memastikan bergulirnya proyek energi terbarukan,” tambah Louise Burrows, Head of Government Affairs Global Renewables Alliance.

Secara global, energi surya dan angin menjadi andalan untuk mencapai target iklim. Untuk itu, 11 negara yang berkontribusi atas 70 persen listrik energi surya dan angin global, termasuk Indonesia, harus meningkatkan kapasitas listrik energi tersebut hingga lima kali lipat pada 2030 dan delapan kali lipat pada 2050.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau