Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 25 September 2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah Kota Makassar menandatangani perjanjian pembangkit listrik tenaga sampah atau pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) dengan pihak ketiga.

Penandatanganan perjanjian tersebut dilaksanakan di Jakarta antara Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto, CTO Shanghai SUS Environment Jiao Xue Jun, dan Direktur Utama PT Sarana Utama Synergy Yee Wai Kuen.

Dilansir dari siaran pers Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), Selasa (24/9/2024) proyek tersebut mempunyai nilai investasi 200 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun.

Baca juga: Jelang MotoGP Mandalika, Masyarakat Sekitar Sirkuit Dilatih Kelola Sampah

Proyek PSEL tersebut sedianya berlokasi di Kota Makassar dengan kapasitas pembakaran sampah 1.300 ton per hari yang terbagi menjadi dua jalur pembakaran.

Proyek ini diperkirakan akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2026 dan diharapkan menjadi proyek percontohan di Indonesia dan Asia Tenggara.

Jiao Xue Jun mengaku terhormat dapat berpartisipasi dalam proyek pembangkit listrik tenaga sampah di Indonesia.

"Sebagai perusahaan energi bersih terkemuka di China, kami akan memanfaatkan keunggulan teknologi dan manajemen kami untuk memastikan pembangunan dan operasi proyek yang efisien, serta memberikan dorongan baru untuk perkembangan berkelanjutan di Indonesia," kata Jiao Xue Jun.

Baca juga: Aksi Holywings Peduli, Bersihkan 20 Ton Sampah dari Pesisir Tanjung Uma

Sementara itu, Mohammad Ramdhan mengaku bersyukur akhirnya kerja sama PSEL tersebut bisa ditandatangani setelah melalui proses yang panjang.

"Hari ini sebuah perjalanan panjang, kita sama-sama mengurus secara seksama," ungkap Mohammad Ramdhan.

Asisten Deputi Energi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves Ridha Yasser menuturkan, PSEL di Kota Makassar menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).

Ridha menyampaikan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan PESEL menjadi salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah di daerah tertentu.

Baca juga: Kebocoran Sampah Plastik di Laut Bikin Rugi Negara Rp 225 Triliun

"PSEL inilah yang dikenal dengan pembangkit listrik tenaga sampah di sektor energi atau disebut waste to energy," kata Ridha.

Dilansir dari Antara, ada tiga dokumen yang ditandatangani.

Pertama, dokumen yang terkait kesepahaman pembangunan, pengelolaan PSEL antara dua belah pihak, dan membangun komitmen untuk mengelola PSEL dengan baik.

Kedua, dokumen terkait perjanjian Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) yang meliputi pemanfaatan aset lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa seluas 3,1 hektare beserta nilai clawback.

Ketiga, dokumen ketiga terkait kerja sama proyek lahan dan pabrik di Tamalanrea seluas 6,1 hektare yang akan dimanfaatkan selama 30 tahun mendatang.

Baca juga: Sampah Plastik Indonesia Hanyut Sampai Afrika Kurang dari Setahun

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
LSM/Figur
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Pemerintah
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Pemerintah
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
LSM/Figur
Survei HSBC: 95 Persen CEO Anggap Transisi Iklim Peluang Pertumbuhan Bisnis
Survei HSBC: 95 Persen CEO Anggap Transisi Iklim Peluang Pertumbuhan Bisnis
Pemerintah
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Pemerintah
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Melawan Korupsi Transisi Energi
Melawan Korupsi Transisi Energi
Pemerintah
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
Pemerintah
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau