Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pangkas Emisi Metana Jadi Kunci Kurangi Dampak Perubahan Iklim dan Kerusakan Ozon

Kompas.com - 26/09/2024, 10:06 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Pertanian, tempat pembuangan sampah, air limbah, serta produksi dan distribusi bahan bakar fosil merupakan penyumbang terbesar yang menghasilkan sekitar 60 persen emisi metana global.

Seperti halnya karbon dioksida (CO2), metana adalah gas rumah kaca yang diperkirakan bertanggung jawab atas lebih dari 40 persen pemanasan global baru-baru ini.

Kendati demikian, metana memiliki rentang hidup atmosfer atau waktu yang dibutuhkan untuk terurai hanya sekitar 12 tahun, jauh lebih pendek daripada CO2.

Ini berarti mengurangi emisi metana dapat memberikan respons yang lebih cepat daripada CO2 dalam memperlambat kenaikan suhu global.

Baca juga: Studi Tunjukkan Emisi Metana ke Atmosfer Meningkat Lebih Cepat dari Sebelumnya

Efek Pelepasan Metana

Mengutip Phys, Rabu (25/9/2024) pelepasan metana ke atmosfer diketahui berdampak pada lapisan ozon yang membantu melindungi kita dari sinar ultraviolet yang berbahaya dari matahari.

Berbagai upaya pun telah dilakukan untuk melindungi lapisan ozon setelah mengalami penurunan selama beberapa dekade.

Namun, tidak hanya di atmosfer, metana juga berkontribusi terhadap ozon permukaan tanah (troposfer). Itu dapat sangat berbahaya karena bereaksi agresif dengan jaringan paru-paru, menyebabkan penyakit pernapasan pada manusia serta merusak tanaman dan tumbuhan alami.

Perkiraan terkini menunjukkan bahwa sekitar 1 juta orang meninggal prematur setiap tahun karena paparan ozon troposfer yang berbahaya.

Secara global, kematian akibat emisi metana akan meningkat setidaknya 7 persen pada tahun 2050 bahkan di bawah skenario pengurangan yang paling ketat.

Baca juga: Google Kembangkan Satelit untuk Lacak Emisi Metana yang Sumbang Perubahan Iklim

Studi Joint Research Centre (JRC) juga memperkirakan jika kita terus melepaskan emisi metana yang tinggi, pada tahun 2050 kita dapat melihat kerugian panen tanaman yang menelan biaya antara USD $404–566 juta.

Sementara itu, mengambil tindakan kuat yang mengarah pada "skenario mitigasi tinggi" dapat secara signifikan mengurangi kerugian ini dengan penghematan senilai USD $39–48 juta di Eropa saja.

Penelitian ini pun membantu menunjukkan bahwa dengan mengurangi emisi metana hari ini, kita dapat melawan perubahan iklim, memperkuat ekonomi serta meningkatkan kesehatan manusia, mengurangi tekanan pada sistem perawatan kesehatan yang kewalahan dan membantu warga menjalani kehidupan yang lebih baik.

Baca juga: Mengapa Kita Harus Khawatir Peningkatan Gas Metana?

Komitmen internasional

Sementara itu, beberapa aksi internasional pun sudah diupayakan untuk membatasi emisi metana ini.

Misalnya Global Methane Pledge yang diluncurkan di i COP26 oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Itu merupakan komitmen sukarela kolektif untuk mengurangi emisi metana antropogenik global setidaknya 30 persen di bawah level tahun 2020 pada tahun 2030. Sebanyak 158 negara serta Uni Eropa (UE) kini berpartisipasi dalam ikrar tersebut.

Pada tahun 2020, UE pun mengadopsi Strategi Metana, sebuah rencana komprehensif untuk mengurangi emisi metana.

Strategi ini berfokus pada tindakan UE dan internasional, khususnya di sektor energi, pertanian, limbah, dan air limbah. Peraturan UE yang baru disetujui tahun berikutnya untuk mengurangi emisi metana dari sektor energi, baik di Eropa maupun rantai pasokan globalnya.

sumber https://phys.org/news/2024-09-methane-emissions-key-climate-ozone.html

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

BUMN
AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

LSM/Figur
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Pemerintah
Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Pemerintah
Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

LSM/Figur
Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Pemerintah
BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BUMN
Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Swasta
Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Pemerintah
Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Swasta
'Bahan Kimia Abadi' PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

"Bahan Kimia Abadi" PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

Pemerintah
Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Swasta
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Pemerintah
Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

BrandzView
China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau