KOMPAS.com - Pengelolaan limbah yang baik dapat membuka berbagai peluang, termasuk diubah menjadi energi. Untuk mewujudkannya, perlu riset dan kolaborasi dengan berbagai pihak.
Kepala Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ario Betha Juanssilfero menuturkan salah satu riset pengelolaan limbah yang telah dilakukan adalah daur ulang limbah air yang diubah menjadi air bersih dengan menggunakan proses biofilter anaerobic-aerobic dan membrane bio reactor (MBR).
"Riset pengelolaan limbah sangat penting untuk mendukung pelestarian lingkungan dan sebagai bahan energi terbarukan," ujarnya dalam pernyataan resmi, Jumat (27/9/2024).
Baca juga: Dukung Energi Baru Terbarukan, Garudafood Beralih ke Motor Listrik untuk Operasional
Ia menjelaskan, riset ini dilatarbelakangi adanya potensi limbah air domestik yang sangat besar di Indonesia. Namun, di satu sisi proses pengelolaannya masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, teknologi alternatif sangat diperlukan baik dalam skala aktivitas usaha maupun individual.
Topik ini pun menjadi pembahasan saat kunjungan delegasi Korea, Gyeongnam International Development Cooperation Center (GNIDCC) dan Korea International Cooperation Agency (KOICA), di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Pertemuan BRIN dengan GNIDCC dan KOICA tersebut merupakan upaya untuk menjajaki kerja sama riset dalam bidang tersebut, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan limbah makanan atau foodwaste.
Baca juga: RUU EBET Terus Dibahas, Nuklir dan Amonia Masuk Energi Baru
Perwakilan GNIDCC, Kwanyoung Kim, mengatakan bahwa pada 2021, limbah di Indonesia mencapai 63,9 juta ton. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah di masa depan.
Polusi yang muncul akibat limbah organik ini disebut akan menjadi masalah yang meluas dalam pengelolaan limbah.
“Indonesia saat ini memproduksi 25,4 juta ton limbah makanan dan 10,9 juta ton limbah hijau. Sayangnya, hanya 7,5 persen limbah organik tersebut yang telah terkelola melalui mekanisme pengkomposan," papar Kim.
"Padahal, limbah makanan yang belum dipisahkan dan dikelola dapat menyebabkan berbagai polusi seperti kontaminasi tanah dan air serta mengakibatkan gas rumah kaca,” sambungnya.
Baca juga: Pemerintah Akan Terus Kembangkan Energi Baru Masa Depan
Ia menambahkan, saat ini pengelolaan limbah makanan masih belum menjadi perhatian utama jika dibandingkan dengan pengelolaan limbah plastik.
Menurutnya, pengelolaan limbah makanan perlu diperhatikan secara sistematis, masif, dan terstruktur.
"Untuk itu, program peningkatan kapasitas dan teknologi sangat diperlukan untuk mewujudkannya," ucap dia.
Pertemuan antara delegasi Korea dan juga BRIN tersebut bertujuan untuk membahas kerja sama lebih lanjut dalam pengelolaan limbah menjadi energi atau dikenal sebagai waste to energy (WtE).
Kegiatan tersebut juga membahas pengembangan teknologi dan kebijakan terkait dengan transformasi hijau, mitigasi perubahan iklim, serta manajemen ekosistem industri yang berkelanjutan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya