KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan, kapasitas PLTU batubara 2-3 gigawatt (GW) perlu berhenti beroperasi secara bertahap tiap tahun hingga 2045, agar selaras dengan pencapaian target kenaikan temperatur global 1,5 derajat Celcius.
Oleh karena itu, pendanaan diperlukan dalam rangka membuat transaksi dari pengakhiran operasi PLTU tersebut layak secara finansial.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengatakan, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 tahun 2023 pada 13 Oktober 2023, untuk memberikan dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan dalam rangka percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan.
Baca juga: Pemensiunan PLTU Batu Bara Butuh Campur Tangan APBN
Menurutnya, keberadaan PMK No. 103/2023 ini menjadi dasar pengalokasian APBN untuk mendukung pengakhiran operasi PLTU lebih awal dan mempercepat pencapaian target pembangunan energi terbarukan.
"Aturan ini memungkinkan pendanaan platform transisi energi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun sumber sah lainnya, seperti kerjasama pendanaan internasional," ujar Fabby dalam keterangannya, Sabtu (28/9/2024).
Namun, kata Fabby, IESR mendorong pelaksanaan PMK 103/2023 yang lebih efektif dengan memperjelas tata kelolanya.
"Serta mengedepankan transparansi dalam penentuan keputusan dan alokasi pembiayaan APBN untuk dukungan pendanaan platform ini," kata dia.
IESR memperkirakan investasi untuk mencapai dekarbonisasi di sistem energi sebesar 30-40 miliar Dolar AS per tahun atau berkisar total 1.380 miliar Dolar AS hingga 2050.
Baca juga: Rencana Pensiun Dini 13 PLTU, Pemerintah Pertimbangkan Hal Ini
“Pembiayaan pengakhiran operasional PLTU batubara melalui APBN diharapkan dapat mencakup PLTU milik PLN," terangnya.
Lebih lanjut, kata dia, pelaksanaan pensiun PLTU juga perlu mempertimbangkan beberapa faktor penentu, misalnya usia PLTU yang mencapai sedikitnya 20 tahun atau telah melewati usia ekonomisnya.
"Selain itu, perlu pula diperhatikan dampaknya terhadap keamanan energi dan mekanisme pembiayaannya,” tegas Fabby.
Baca juga: Pemerintah Susun Target Iklim, IESR: Perlu Sejalan Perjanjian Paris
Adapun Studi Climate Policy Implementation Check IESR menyoroti tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan PMK No. 103/2023 untuk memastikan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Pertama, diperlukan harmonisasi kebijakan lintas sektor untuk memastikan PMK ini sejalan dengan kebijakan terkait, seperti persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), kewajiban pasar domestik (DMO) batubara, subsidi bahan bakar fosil, dan peraturan fiskal lainnya.
Kedua, meningkatkan transparansi dan mekanisme pelaporan dan evaluasi kebijakan yang sejauh ini belum termuat dalam regulasi ini.
Ketiga, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebagai pengelola platform perlu memperkuat mandatnya untuk mengakses sumber daya keuangan yang lebih besar. Selain itu, platform ini perlu memiliki kerangka kerja yang jelas untuk mekanisme pemulihan biaya (cost recovery).
Staf Program Transisi Berkeadilan, IESR, Muhammad Aulia Anis mengatakan pada 2022, alokasi anggaran mitigasi iklim dari APBN untuk sektor energi dan transportasi mencapai Rp 19,5 triliun atau sekitar 1,3 miliar Dolar AS.
Jumlah ini menunjukkan pemerintah mulai berkomitmen untuk mendukung transisi energi. Namun, investasi ini masih jauh dari angka yang dibutuhkan untuk mempercepat transisi energi berkeadilan, sehingga perlu lebih banyak sumber pendanaan publik dan swasta.
Baca juga: Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT
Menurutnya, transisi energi di Indonesia membutuhkan langkah-langkah strategis yang tidak hanya mempercepat penggunaan energi terbarukan tetapi juga mengatasi berbagai kesenjangan dalam institusi, pengawasan, dan pendanaan.
"Pemerintah perlu terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mewujudkan transisi energi yang cepat, adil, dan berkelanjutan,” pungkas Aulia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya