KOMPAS.com - Peneliti SEAMEO RECFON sekaligus Country Lead Action Against Stunting Hub (AASH) Indonesia Umi Fahmida mengatakan, kolaborasi interdisiplin antarpemangku kepentingan berperan penting dalam penanggulangan stunting.
Umi menyampaikan, stunting merupakan gangguan tumbuh kembang yang terjadi pada anak yang disebabkan kurangnya asupan gizi, infeksi berulang serta pengasuhan yang kurang tepat.
"Karena stunting ini multidimensi dan penyebabnya beragam, maka perlu kolaborasi interdisiplin," kata Umi, sebagaimana dilansir Antara, Minggu (29/9/2024).
Baca juga: Sukses Turunkan Stunting, 130 Pemda Dapat Insentif dari Pusat
Sebelumnya, tim AASH melakukan kegiatan pengembangan kapasitas yang diperuntukkan bagi Tim Pendamping Keluarga (TPK), yaitu para penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), bidan, kader Bina Keluarga Balita (BKB), juga pendamping gizi yang diselenggarakan di Lombok Timur pada Sabtu (14/9/2024).
Kegiatan yang juga bagian dari pengabdian masyarakat perguruan tinggi tersebut melibatkan dosen Program Studi Magister Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Umi Farida, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Deasy Irawati, serta para mahasiswa dari kedua kampus tersebut.
Umi menilai, pengembangan kapasitas yang dilakukan tersebut sangat penting dalam meningkatkan komunikasi yang efektif antarpemangku kepentingan.
Pada kegiatan tersebut peserta diajak untuk lebih mengenali diri sekaligus nilai yang dirasakan bersama berdasarkan budaya lokal yang merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan di AASH.
Baca juga: Urgensi Perubahan Kebijakan Demi Tekan Angka Stunting di Indonesia
AASH melakukan studi menggunakan konsep pendekatan anak secara menyeluruh yang dilaksanakan selama periode 2019-2024 di tiga negara yakni India, Indonesia, Senegal.
Di Indonesia, Lombok Timur terpilih menjadi lokasi untuk studi AASH yang meliputi Kecamatan Aikmel, Lenek, Sakra, dan Sikur.
Penelitian tersebut melibatkan 702 ibu hamil sejak Februari 2021. Studi kohor AASH diawali dengan rekrutmen ibu hamil saat trimester dua pada 2021, yang dilanjutkan hingga kelahiran, sampai dengan anak berusia 24 bulan.
Studi AASH melihat pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya dari aspek gizi dan sistem pangan, namun juga secara menyeluruh meliputi kesehatan saluran cerna, sanitasi, epigenetik, lingkungan rumah, lingkungan pembelajaran, hingga tingkat stres pada ibu hamil.
Baca juga: Rajawali Nusindo Pasok Telur dan Daging Ayam untuk Keluarga Risiko Stunting
Dalam studi tersebut, dilakukan asesmen pada ibu hamil dan anak berusia di bawah dua tahun dengan melibatkan bidan desa.
Penelitian tersebut juga menerapkan intervensi pemberian telur pada sebagian ibu hamil yang dibantu oleh tim penggerak PKK yang ada di desa.
Kabid PAUD dan Pendidikan Non Formal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur Rasyid Ridho mengatakan tim penggerak PKK, bidan desa, dan pendamping gizi berperan penting dalam penanggulangan stunting di daerahnya.
Dalam program sarapan bagi anak PAUD misalnya, Ridho mengatakan pihaknya melibatkan PKK untuk memastikan program tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Baca juga: Punya Peran Strategis, Masjid dan Tokoh Agama Diajak Atasi Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya