Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daya Tampung Lingkungan untuk Sawit di Indonesia Maksimal 18,15 Juta Hektare

Kompas.com - 03/10/2024, 12:42 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil mengingatkan untuk menghentikan pembukaan kebun sawit baru dan mengoptimalisasinya, alih-alih membuka lahan baru. Sebab, ekspansi masih besar meski daya tampung lingkungan sudah terbatas. 

Deputy Director MADANI Berkelanjutan, Giorgio Budi Indrarto menyatakan tren pengembangan sawit di Indonesia tidak berfokus pada peningkatan produktivitas sawit (intensifikasi) melainkan perluasan perkebunan sawit (ekstensifikasi).

Padahal, riset terbaru Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari MADANI Berkelanjutan, Satya Bumi dan Sawit Watch menemukan daya tampung lingkungan batas sawit di Indonesia hanya 18,15 juta hektare.

Baca juga: Investor Bulgaria dan Indonesia Kerja Sama Perdagangan Produk Turunan Kelapa Sawit 10 Juta USD

"Jika pertumbuhan industri sawit dibiarkan tanpa pengendalian, hasil perhitungan ekonomi dan ekologi menunjukkan potensi kerugian jangka panjang yang besar," ujar Giorgio dalam keterangannya, Kamis (3/10/2024). 

Kerusakan lingkungan, kata dia, akan mempengaruhi hasil produktivitas sawit, yang pada akhirnya mengancam ketahanan ekonomi jangka panjang industri sawit dan bahkan ekonomi nasional.

Sebab, dampak sosial dan ekologis yang tidak terkendali akan menciptakan beban besar bagi negara.

“Bagaimana mengubah sawit menjadi lebih baik, tidak merusak dan dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa melakukan perluasan. Konteks daya dukung dan daya tampung perlu dibunyikan. Berapa kemampuan lahan jika dikembangkan sawit? Itulah yang mendasari inisiatif riset ini," imbuhnya. 

Tujuannya, kata dia, agar keberadaan atau pengembangan perkebunan sawit tidak menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dalam jangka panjang, namun tetap dapat memenuhi kebutuhan.

Baca juga: Minyak Sawit Diperebutkan Pangan dan Bahan Bakar, Lingkungan Jadi Korban

Rekomendasi

Perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dilakukan dengan menghitung kebutuhan manusia di suatu pulau dan bagaimana kesesuaian fisik pulau tersebut jika ditanami sawit, menggunakan pemodelan kalkulator jejak ekologis yang terdiri dari 14 variabel pembatas.

Ke-14 variabel itu terdiri dari: ketersediaan air, kesatuan hidrologis gambut (KHG), karst, mangrove, kawasan konservasi dan hutan lindung, hutan alam, resapan air, kelerengan > 30 persen, rawan bencana, habitat satwa dilindungi, key biodiversity area, jasa lingkungan hidup tinggi dan keberadaan penduduk.

Itu artinya, kesesuaian fisik lahan sawit baru dapat terpenuhi jika tidak tumpang tindih dengan variabel tersebut.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo menambahkan, penting melihat ‘cap’ sawit dalam kerangka perbaikan, bagaimana agar ini dapat mendukung industri sawit akan semakin baik dan bermanfaat serta semakin strategis.

Baca juga: ANJ Salurkan Premi Minyak Sawit Berkelanjutan Rp 442 Juta ke Petani

Dengan adanya batas atas ini, ujarnya, koalisi ingin mengatakan bahwa pengembangan sawit tidak boleh melebihi batas tersebut.

Jika melewati, maka akan ada konsekuensi yang harus diterima terutama dari berbagai sektor karena telah melampaui kemampuan lahan.

“Kami berharap pemerintahan ke depan dapat mengadopsi konsep ‘cap’ sawit ini menjadi sebuah kerangka regulasi tertentu yang titik beratnya agar tidak ada perluasan lahan sawit,” kata Rambo.

Oleh karena itu, koalisi mendorong penghentian pemberian izin baru dan pembukaan kebun sawit baru di seluruh Indonesia, serta upaya menyelesaikan persoalan sawit serta konflik lahan. 

Kemudian, optimalisasi perkebunan yang ada saat ini, hingga evaluasi perizinan kebun sawit yang terindikasi bermasalah secara administrasi perizinan, tata ruang, dan legalitas lahan. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dukung Transportasi Rendah Emisi, PLN Gandeng KAI Wujudkan Elektrifikasi Jalur Kereta Api
Dukung Transportasi Rendah Emisi, PLN Gandeng KAI Wujudkan Elektrifikasi Jalur Kereta Api
BUMN
Mentan: Tidak Semua Miskin, 27 Ribu Petani Muda Cuan hingga Rp 20 Juta per Bulan
Mentan: Tidak Semua Miskin, 27 Ribu Petani Muda Cuan hingga Rp 20 Juta per Bulan
Pemerintah
Percepatan Net Zero 2050, MKI Integrasikan Emisi GRK ke Perencanaan Bisnis Strategis
Percepatan Net Zero 2050, MKI Integrasikan Emisi GRK ke Perencanaan Bisnis Strategis
Swasta
Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan
Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan
Pemerintah
Sampah Jadi Energi: Bisa Jadi Solusi Maupun Petaka, Risikonya Terlihat Mata
Sampah Jadi Energi: Bisa Jadi Solusi Maupun Petaka, Risikonya Terlihat Mata
Pemerintah
Investor Global Ultimatum, Stop Deforestasi Sebelum 2030, atau Modal Hijau Terhenti
Investor Global Ultimatum, Stop Deforestasi Sebelum 2030, atau Modal Hijau Terhenti
Swasta
Genjot Jaringan Listrik ASEAN, ADB-Bank Dunia Rilis Pendanaan Baru
Genjot Jaringan Listrik ASEAN, ADB-Bank Dunia Rilis Pendanaan Baru
Pemerintah
Akademisi UB: Pemanfaatan Geotermal di Indonesia Masih Jauh dari Maksimal
Akademisi UB: Pemanfaatan Geotermal di Indonesia Masih Jauh dari Maksimal
Pemerintah
Nyanyian Lontar di Rai Hawu: Saatnya Adaptasi Iklim Berpijak pada Kekuatan Lokal
Nyanyian Lontar di Rai Hawu: Saatnya Adaptasi Iklim Berpijak pada Kekuatan Lokal
Pemerintah
Penjurian Asia ESG Positive Impact Awards 2025 Resmi Selesai
Penjurian Asia ESG Positive Impact Awards 2025 Resmi Selesai
Swasta
Mau Proyek Sampah Jadi Energi Sukses? Kuncinya Duit, Transparansi, dan Kebijakan Jelas
Mau Proyek Sampah Jadi Energi Sukses? Kuncinya Duit, Transparansi, dan Kebijakan Jelas
Swasta
20 Kura-Kura Leher Ular Rote Dilepasliarkan, Agar Tak Lagi Jadi Terlangka di Dunia
20 Kura-Kura Leher Ular Rote Dilepasliarkan, Agar Tak Lagi Jadi Terlangka di Dunia
Pemerintah
FAO: Hutan Tetap Terancam meski Deforestasi Global Melambat dalam Satu Dekade Terakhir
FAO: Hutan Tetap Terancam meski Deforestasi Global Melambat dalam Satu Dekade Terakhir
Pemerintah
Papua Terancam Jadi Sumatera Kedua, Jadi Langganan Kebakaran Gambut
Papua Terancam Jadi Sumatera Kedua, Jadi Langganan Kebakaran Gambut
LSM/Figur
Demi NZE 2060, RI Tak Boleh Korbankan Hutan dan Gambut untuk Transisi Energi
Demi NZE 2060, RI Tak Boleh Korbankan Hutan dan Gambut untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau