Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target Penggunaan Energi Terbarukan 23 Persen di Negara-negara Asean Tak Tercapai

Kompas.com - 03/10/2024, 20:05 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Negara-negara Asean diperkirakan tak bisa mencapai target penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen dari total pasokan energi primer pada 2025.

Mengutip Business Times, Kamis (3/10/2024) pada 2022, energi terbarukan hanya menyumbang 15 persen dari total pasokan energi di kawasan tersebut. Sehingga menurut laporan tersebut, sulit untuk mencapai target 23 persen dalam waktu tiga tahun.

"Meski ada kemajuan, ASEAN menghadapi tantangan dalam mempercepat transisi dari bahan bakar fosil, menyeimbangkan target ambisius dengan kelayakan, dan mengatasi kendala yang terkait dengan keandalan biomassa serta investasi infrastruktur untuk teknologi yang sedang berkembang," tulis laporan prospek energi Asean yang dipublikasikan baru-baru ini.

Baca juga: Indonesia-Korea Kerja Sama Kelola Limbah Makanan Jadi Energi Terbarukan

Namun, jika masing-masing dari 10 negara anggota ASEAN menerapkan kebijakan transisi energinya, target tersebut akan tercapai pada tahun 2030.

Dalam skenario ini, pangsa energi terbarukan dalam pasokan energi primer ASEAN akan mencapai 38,1 persen pada tahun 2050.

Target Terpasang

Dalam pangsa energi terbarukan untuk kapasitas terpasang, Asean telah berhasil mencapai 33,6 persen pada 2022 lalu, sedangkan targetnya sendiri sebesar 35 persen pada 2025.

Asean akan berada di jalur yang tepat untuk melampaui target tersebut dan mencapai 39,6 persen jika terus menerapkan kebijakan transisi energi yang direncanakan.

Jika tidak ada kendala laporan ini pun menyebut pada 2050, pangsa energi terbarukan dalam kapasitas terpasang diharapkan mencapai 69,4 persen.

Baca juga: Pemanfaatan Waduk Diperluas, Potensi PLTS Terapung Tambah 14 GW

Sayangnya, salah satu hambatan terbesar dalam meningkatkan pangsa pasokan energi terbarukan adalah kurangnya pembiayaan.

Sektor kelistrikan menghadapi biaya awal yang tinggi dan margin yang rendah karena pembangkitan listrik membutuhkan infrastruktur yang signifikan.

Biaya investasi kelistrikan di berbagai skenario menunjukkan tren kenaikan pada tahun 2050 karena skala kapasitas terpasang tambahan diproyeksikan akan meningkat.

Selain itu akan ada biaya investasi kelistrikan yang sangat besar dalam jangka panjang untuk infrastruktur kapasitas tambahan dan untuk memenuhi permintaan listrik.

Baca juga: Dekarbonisasi Nikel: Baseline Emisi Ditetapkan, Potensi Energi Terbarukan Dipetakan

Investasi kelistrikan tahunan yang dibutuhkan antara tahun 2023 dan 2030 diperkirakan antara US$20 miliar hingga US$56 miliar.

Jumlah tersebut diproyeksikan akan melonjak antara US$28 miliar hingga US$371 miliar untuk tahun-tahun antara tahun 2041 dan 2050.

Lebih lanjut, untuk mendorong transisi energi yang adil dan berkelanjutan di ASEAN, laporan tersebut menyatakan, penting untuk meningkatkan efisiensi energi, mendiversifikasi sumber energi terbarukan, dan mengintegrasikan teknologi canggih seperti jaringan pintar dan sistem hibrida.

Kerja sama regional, kebijakan yang mendukung, dan keterlibatan pemangku kepentingan yang inklusif juga akan sangat penting untuk memastikan keamanan, keterjangkauan, dan ketahanan energi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau