BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dalam kerja sama Selatan-Selatan dengan menjadi tuan rumah acara South-South Exchange 2024 (SSE 2024).
Acara yang berlangsung sejak Sabtu (30/9/2024) di Balikpapan, Kalimantan Timur, ini, mempertemukan para delegasi dari berbagai negara, yakni Brasil, Ekuador, Indonesia, Kamboja, Kosta Rika, dan Republik Demokratik Kongo.
Tujuannya untuk menciptakan peluang kemitraan dalam mempercepat aksi iklim global demi mengurangi khususnya dari sektor kehutanan Forest and Other Land Use (FOLU) di negara yang berpartisipasi dalam kerja sama Selatan-Selatan.
SSE 2024 memberikan wadah bagi negara-negara peserta untuk bertukar wawasan, berbagi pengalaman dan memperkuat kerja sama dalam pengelolaan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).
Baca juga: Riset Deloitte: Semakin Banyak “Tenant” Properti Inginkan Bangunan Rendah Karbon
Hal ini diimplementasikan melalui pendanaan Pembayaran Berbasis Hasil atau Results-Based Payments (RBP) di bawah skema Green Climate Fund (GCF) serta skema pendanaan iklim lainnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, Indonesia telah menunjukkan keberhasilan implementasi REDD+ dan serius melakukan pengelolaan hutan berkelanjutan.
Pada tahun 2007, Indonesia menjadi tuan rumah dan memfasilitasi negosiasi pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of the Parties ke-13 di Bali.
Melalui pertemuan ini, Indonesia memainkan peran penting karena untuk pertama kalinya konsep REDD+ dikembangkan untuk mencakup pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan karbon stok hutan, serta mendorong adanya insentif pendanaan bagi negara-negara yang berhasil menunjukkan kinerja pengurangan emisinya.
Manfaat dari insentif yang didapatkan Indonesia diperuntukkan untuk mendukung kembali implementasi REDD+ dengan mengacu pada Strategi Nasional (STRANAS) REDD+.
Program REDD+ yang dituangkan dalam STRANAS tersebut akan dihitung kontribusinya terhadap capaian target NDC yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019–2024.
Baca juga: Asal Kredit Karbon Penting untuk Diungkapkan oleh Korporasi
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Joko Tri Haryanto mengatakan, sebagai lembaga pemerintah yang mengelola dana REDD+ serta dana lingkungan secara umum, BPDLH mengajak peserta South-South Exchange berbagi pengalaman, tantangan serta peluang dalam mengakses dan mengelola dana REDD+ RBP.
Peluang akses dana REDD+ RBP dapat menjadi pendanaan utama untuk mencapai NDC di sektor FOLU.
Negara-negara dengan hutan tropis masih memerlukan akses terhadap pendanaan iklim dalam jumlah yang lebih besar untuk mencapai target NDC-nya.
"Pengelolaan pendanaan REDD+ RBP ini memerlukan instrumen/skema yang lebih fleksibel untuk mengefisienkan dan mengefektifkan pelaksanaan programnya," ujar Joko, di Balikpapan, Senin (30/9/2024).
Penguatan kapasitas arsitektur REDD+ dan pendukungnya dilakukan melalui pematangan elemen arsitektur REDD+ nasional.
Antara lain, penyesuaian STRANAS REDD+ dengan target NDC, Acuan Tingkat Emisi di Sektor Kehutanan atau Forest Reference Emission Level (FREL) yang dijadikan acuan tingkat emisi sub nasional.
Kemudian Kerangka Pengaman REDD+ (Safeguard Information System REDD+), kebijakan pemantauan, pelaporan, dan verifikasi atau Monitoring, Reporting, and Verification (MRV), Sistem Registri Nasional (SRN), serta kebijakan carbon pricing.
Di samping penguatan nasional, arsitektur REDD+ di tingkat daerah juga didukung penerapannya dengan pengukuran FREL provinsi, dan pembuatan SIS-REDD+ dan MRV provinsi.
Baca juga: Amazon Beli Sertifikat Karbon dari Hutan Amazon
Melalui kegiatan SSE 2024, Negara partisipan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman komprehensif tentang implementasi REDD+ dan pengelolaan dana insentif REDD+ RBP terintegrasi agar dapat memberikan manfaat berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi pada pengurangan emisi.
Pada kegiatan SSE 2024 ini juga ada satu sesi khusus yang membagikan kisah sukses Pemprov Kalimantan Timur dalam mengimplementasikan program REDD+.
Di antaranya, pengintegrasian program REDD+ ke dalam Perencanaan Program Pembangunan Daerah, perencanaan kebijakan fiskal, serta implementasi mekanisme pembagian manfaat REDD+.
Lalu manfaat yang telah dirasakan oleh Pemprov Kalimantan Timur, antara lain, insentif dana REDD+ untuk meningkatan kapasitas tenaga pendamping pengelolaan hutan, serta pengurangan emisi gas rumah kaca.
Kepala Unit Lingkungan UNDP Indonesia Aretha Aprilia menambahkan, UNDP berkomitmen penuh untuk mendukung visi Indonesia dalam mencapai target NDC dan FOLU Net Sink 2030.
Kemitraan UNDP dengan pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan internasional lain akan terus fokus pada pemanfaatan pembiayaan inovatif, peningkatan kapasitas dan kebijakan sehingga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
SSE 2024 diharapkan dapat meningkatkan kapasitas lintas negara dengan membekali peserta dengan alat dan pendekatan praktis yang diperlukan untuk menyederhanakan inisiatif REDD+ yang akan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca serta memperkuat akses terhadap pendanaan iklim.
Ini termasuk mempromosikan inklusi sosial dan gender di sektor FOLU melalui penerapan prinsip-prinsip perlindungan (safeguard).
"Dengan demikian, SSE 2024 berkontribusi secara positif terhadap pencapaian Kontribusi NDC dan SDGs," tuntas Aretha.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya