KOMPAS.com - Para petinggi perusahaan di sektor properti harus mengambil langkah berani untuk mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam operasi mereka karena meningkatnya ekspektasi tenant, biaya asuransi, serta tuntutan regulasi.
Mengutip ESG News, Selasa (1/10/2024) penyewa korporat semakin menuntut bangunan rendah karbon dan jumlah penyewa yang mengejar target pengurangan gas rumah kaca itu pun meningkat dua kali lipat dari tahun 2022 hingga 2023.
Riset Deloitte menyoroti bahwa pada tahun 2030, permintaan untuk bangunan berkelanjutan akan jauh melampaui pasokan.
Tren tersebut di satu sisi dapat menjadikan properti yang tidak efisien sebagai aset terlantar, yang selanjutnya memperlebar kesenjangan harga antara properti berkelanjutan dan yang tidak berkelanjutan.
Baca juga:
Lebih lanjut, frekuensi peristiwa iklim ekstrem telah menggandakan biaya asuransi real estat selama dekade terakhir.
Deloitte menyebut bahwa biaya asuransi di negara-negara yang rentan terhadap iklim dapat naik berlipat ganda lagi pada tahun 2030, naik lebih dari 10 persen setiap tahunnya.
Namun perusahaan properti menghadapi tantangan struktural dan budaya dalam mencapai tujuan keberlanjutan.
Survei Prospek Real Estat Komersial 2024 Deloitte mengungkapkan bahwa hampir setengah dari CFO berjuang untuk menghubungkan strategi keberlanjutan dengan keuntungan finansial.
Laporan Deloitte pun menekankan perlunya kolaborasi lintas fungsi. Sektor properti dapat mengadopsi kerangka kerja keberlanjutan yang komprehensif di seluruh bidang mulai dari pajak, risiko, akuntansi, strategi, dan teknologi.
Misalnya, perusahaan dapat memanfaatkan insentif pajak untuk menyesuaikan dengan standar kinerja bangunan, mengintegrasikan penilaian risiko iklim ke dalam pemodelan keuangan, dan mengembangkan teknologi bangunan pintar untuk mengoptimalkan efisiensi energi.
Baca juga:
"Ada peluang untuk perbaikan di semua stok bangunan bahkan intervensi kecil dan berbiaya rendah seperti menyesuaikan sistem kontrol dapat menghasilkan penghematan karbon yang signifikan," ungkap Martin Howell, dari Global Energy Skills Leader at Arup.
Berinvestasi dalam teknologi bangunan pintar sangat penting untuk mengurangi konsumsi energi dan meningkatkan kenyamanan penyewa.
Sehingga, seiring dengan berkembangnya standar peraturan dan perubahan permintaan pasar, para pemimpin real estat harus mengadopsi strategi terintegrasi yang menyelaraskan keberlanjutan dengan operasi bisnis mereka.
Dengan melakukan hal itu, mereka tidak hanya dapat mematuhi regulasi yang muncul tetapi juga membuka jalan baru untuk pertumbuhan dan profitabilitas di masa depan rendah emisi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya