Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Masyarakat Minta Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Nelayan Kecil

Kompas.com, 14 Oktober 2024, 12:16 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI), Hendra Wiguna, meminta pemerintah untuk meningkatkan perlindungan bagi para nelayan kecil yang berjuang di laut. 

Ia memberi contoh, kejadian masuknya nelayan Indonesia ke wilayah negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, menyebabkan kerugian tersendiri, terutama bagi nelayan kecil yang pendapatannya bergantung kepada aktivitas usaha harian.

“Kami berharap pemerintah baik pusat maupun daerah, untuk melindungi nelayan kecil yang berada di wilayah terdepan Indonesia, yang berusaha di perairan perbatasan," ujar Hendra dalam pernyataannya, dikutip Minggu (13/10/2024).

Baca juga:

Dia menyebutkan bahwa banyak nelayan Indonesia yang masuk ke wilayah tetangga di karena nelayan tidak mengetahui batas negara, kapal mengalami kerusakan sehingga hanyut, serta adanya bencana seperti badai yang menjadikan nelayan harus menepi ke daratan.

Untuk meminimalisir hal tersebut, kata Hendra, pemerintah diharapkan merespon segera dengan melakukan beberapa upaya pencegahan.

Misalnya, dengan memberikan tanda batas negara. Seperti di laut, bisa dengan membangun rumpon yang dikelola bersama kelompok koperasi nelayan. 

Hendra menilai, fungsi rumpon selain sebagai petunjuk batas negara, juga bisa menjadi area tangkap nelayan kecil terutama yang menggunakan pancing.

Perjuangan nelayan

Hendra menjelaskan, ketika nelayan kecil ditangkap oleh pihak keamanan laut negara tetangga karena disinyalir memasuki wilayah perairan negara tersebut, maka mulai hari itu nelayan kecil telah kehilangan pendapatanya.

"Selama nelayan kecil dalam proses hukum, selama itu pula ia tidak bisa memberikan nafkah kepada keluarganya," ujar dia. 

Menurutnya, hal tersebut menjadi salah satu alasan yang menjadikan masyarakat pesisir terus menerus berada dalam kemiskinan. Sekaligus menurunkan minat pemuda pesisir menjadi seorang nelayan.

Baca juga:

Lebih lanjut, Hendra juga berharap pemerintah tegas dalam menjaga kesehatan laut, dengan harapan sumber daya kelautan perikanan kembali pulih. Sehingga bisa memudahkan nelayan kecil dalam berusaha atau mendapatkan ikan tangkapan.

"Dengan demikian, minat pemuda pesisir menjadi seorang nelayan akan kembali meningkat," imbuh dia. 

Bantuan komunikasi

Sementara itu, Ketua KNTI Bintan, Buyung Adly menyampaikan beberapa harapan sebagai langkah untuk melindungi nelayan Bintan dan daerah Kepulauan Riau lainnya, agar tidak memasuki wilayah perairan negara tetangga.

“Pertama nelayan dibekali dengan GPS oleh pemerintah, yang mana sudah terekam koordinat-koordinat batas negara. GPS terkoneksi dengan satelit radar pemantau, apabila nelayan memaksa masuk, terdeteksi langsung diingatkan melalui radio orari," papar Buyung. 

Kemudian, ia berharap pemerintah dapat meningkatkan patroli di batas negara terutama di lokasi-lokasi nelayan kecil sering ditangkap. Selain itu, diharapkan juga nelayan diberi bantuan berupa alat komunikasi aktif.

“Mungkin dibekali semacam handy talkie (HT) atau walkie talkie, bukan handphone karena 6 Mil di perbatasan sinyal sudah tidak ada masuk sinyal Malaysia atau Singapura. Maka Orari dengan frekuensi yang sudah disetel ke semua lini sektor, alat ini untuk mengingatkan nelayan yang sudah mendekati wilayah perbatasan," tambah dia. 

Baca juga: 

Lebih lanjut, kata Buyung, harapannya sistem jaringan komunikasi ini bisa juga membantu nelayan dalam kondisi tertentu lainnya. Seperti dalam keadaan terkena bencana seperti angin kencang atau badai.

“Jika nelayan mengalami hanyut dan kena angin ribut atau badai, maka operator dari pemantau bisa langsung terkoneksi ke polisi Jiran Tengah (Malaysia) untuk memberitahukan kapal jenis apa, dengan nomor sekian, dengan jumlah awak kapal sekian, agar segera bisa diselamatkan oleh penjaga pantai negara tetangga," pungkasnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau