Dilema ini semakin pelik oleh fakta bahwa proyek geothermal seringkali berlokasi di daerah dengan ekosistem yang sensitif. Lokasi sumber panas bumi kadang kala berada di kawasan hutan yang kaya biodiversitas. Mengeksploitasinya berarti kita harus siap kehilangan sebagian dari kekayaan alam kita.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, telah menetapkan sasaran untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik panas bumi.
Walau, pencapaian target ini mesti diimbangi dengan estimasi yang matang pada dampak sosial dan lingkungan.
Untuk menangani dilema ini, butuh strategi yang lebih inklusif dan partisipatif dalam pengembangan proyek energi terbarukan. Perlu adanya model pengembangan energi yang melibatkan masyarakat lokal sebagai mitra, tak sekadar objek pembangunan.
Hal ini bisa dilakukan lewat skema kepemilikan bersama atau pembagian manfaat yang lebih adil.
Seyogianya, evaluasi lengkap pada dampak lingkungan dan sosial mesti dilakukan sebelum memulai proyek. Hal ini termasuk analisis terperinci tentang trade-off antara manfaat energi bersih dan potensi kerugian ekologis serta sosial.
Proyek geothermal di Padarincang telah melahirkan dilema yang pelik antara kepentingan pembangunan nasional dan hak-hak masyarakat lokal.
Dalam posisi ini, pemerintah memikul tanggung jawab untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan bahwa pembangunan tak mengorbankan kesejahteraan warga.
Jalan pemerintah dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat tampak dari pelibatan Forkopimda Provinsi Banten dan Kabupaten Serang untuk mengintensifkan komunikasi dengan warga sekitar.
Pemerintah bakal mengadakan komunikasi yang baik dengan masyarakat, termasuk juga pihak dari pengembang. Namun, jalan ini barangkali belum cukup untuk meredakan kekhawatiran masyarakat.
Tantangan besar yang dihadapi pemerintah, yakni menyeimbangkan agenda pembangunan nasional dengan perlindungan hak-hak sosial ekonomi warga Padarincang.
Pemerintah seringkali tak mengantisipasi dampak sosial, ekonomi, dan ekologis ketika mengeluarkan kebijakan soal proyek pembangunan.
Proyek geotermal harus dilihat dari ekosistem secara keseluruhan, apakah cocok proyek di sana? Sebab bisa memengaruhi masyarakat, terutama yang menggantungkan hidup pada tanah dan alam.
Perlunya kejelasan dan dialog yang bernas dengan masyarakat terdampak untuk menyelesaikan konflik ini.
Masyarakat Padarincang sudah menunjukkan keinginan kuat untuk terlibat dalam proses pengambilan sikap yang memengaruhi hidupnya.
Aksi-aksi protes, termasuk long march dari Banten ke Jakarta, menandakan betapa intensnya masyarakat dalam memperjuangkan hak-haknya. Warga butuh kontribusi yang tampak.
Kontribusinya seperti apa, manfaatnya itu apa? Masyarakat masih merasa bahwa kepentingannya belum sepenuhnya diakomodasi.
Untuk menangani tantangan ini, pemerintah mesti mengambil strategi seperti mengadakan forum-forum publik yang melibatkan semua pemangku kepentingan, menyediakan informasi yang lengkap dan mudah diakses tentang proyek, termasuk potensi dampak positif dan negatifnya, serta melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.
Tanggung jawab pemerintah dalam kasus Padarincang ini tak semata terbatas pada pelaksanaan proyek, namun juga pada perlindungan hak-hak warga dan pelestarian lingkungan.
Sejatinya, hanya dengan pendekatan holistik, transparan, dan partisipatif, pemerintah bisa menyelesaikan konflik ini dan menciptakan model pembangunan yang benar-benar berkelanjutan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Dengan begitu, pemerintah dituntut tak sekadar fokus pada aspek ekonomi dan energi, sebaliknya mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam setiap kebijakan yang diambil terkait proyek geothermal di Padarincang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya