KOMPAS.com - Pemerintah bersama sejumlah pihak terkait sedang menyusun kebijakan keuangan dan insentif untuk mendukung komersialisasi biodiesel, khususnya terkait kemitraan antara petani plasma, petani swadaya, dan perusahaan produsen biodiesel.
Direktur Bioenergi di Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo menyatakan, pengembangan biodiesel yang berkelanjutan merupakan hal penting, termasuk rencana menuju implementasi B100 di masa depan.
Pengembangan biodiesel tidak hanya melibatkan Kementerian ESDM, tetapi juga kolaborasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perekonomian, dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk perusahaan sawit dan petani.
Baca juga: GAPKI Sebut Ekspor Sawit Indonesia ke Eropa Sudah Penuhi Syarat Berkelanjutan
"Produksi biodiesel sangat bergantung pada kelapa sawit sebagai bahan baku utama. Oleh karena itu, peran petani sawit, baik plasma maupun swadaya, sangat penting," kata Edi dalam Diskusi Keberlanjutan Biodiesel bertajuk "Mewujudkan Kemitraan Petani Dan Industri Biodiesel Dalam Pengembangan Biodiesel Sawit Untuk Kesejahteraan Petani Sawit" di Jakarta, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (24/10/2024).
Kemitraan antara petani dan perusahaan, tambahnya, harus terus ditingkatkan agar program biodiesel tidak hanya sukses di sektor industri, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi petani sawit.
Koordinator Kelembagaan Direktorat Tanaman Sawit dan Aneka Palma Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Mula Putra bertutur, pemerintah akan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) melalui program beasiswa dan pelatihan bagi para pekebun.
Pendataan melalui Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) akan diperkuat guna memperbaiki tata niaga tandan buah segar (TBS) serta meningkatkan pendapatan petani melalui integrasi tanaman sela, peternakan, dan pemanfaatan limbah sawit.
Baca juga: Jurus Prabowo Swasembada Energi: Manfaatkan Sawit hingga Singkong
Mula Putra optimistis dengan langkah-langkah ini, produktivitas perkebunan sawit rakyat dapat mencapai 30-40 ton TBS per hektare dengan rendemen 23-25 persen.
"Peningkatan ini diharapkan dapat mendukung program biodiesel berbahan baku minyak sawit serta meningkatkan kesejahteraan petani sawit di Indonesia," ujarnya.
Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin menyatakan, program biodiesel yang diluncurkan pada 2015 belum sepenuhnya memberikan dampak positif bagi petani kelapa sawit.
Meskipun tujuan awal program ini adalah untuk kesejahteraan petani melalui kemitraan dengan perusahaan pemilik biodiesel, namun hingga saat ini kemitraan tersebut dinilai belum terealisasi secara merata.
Baca juga: Salurkan Green Financing, BCA Incar Sektor Renewable Energy dan Sawit Berkelanjutan
"Program biodiesel ini sudah berjalan cukup lama sejak 2015, namun kemitraan antara petani dan perusahaan biodiesel masih jauh dari harapan," katanya.
Di Riau, yang merupakan daerah dengan industri biodiesel di lima kabupaten, petani belum menikmati hasil dari kemitraan tersebut. Petani masih menjual sawit mereka melalui tengkulak, bukan langsung ke perusahaan biodiesel.
Sebab itu, SPKS menekankan pentingnya adanya peraturan yang mewajibkan perusahaan biodiesel bermitra dengan petani, terutama di wilayah konsesi perusahaan.
"Ke depan, pengembangan biodiesel harus melibatkan petani secara lebih intensif agar dampaknya benar-benar dirasakan," katanya.
Baca juga: Rektor IPB: Tak Hanya Sawit, Indonesia Punya Banyak Sumber Bioenergi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya