Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bondan Andriyanu
Juru Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Indonesia

Juru Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Indonesia

Menanti Hilirisasi Tanpa Polusi di Era Prabowo

Kompas.com - 07/11/2024, 12:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal ini dilakukan untuk mencegah penambahan izin PLTU Captive dalam proses hilirisasi nikel.

Kita tahu mengurangi ketergantungan pada batu bara bukanlah proses mudah, terutama karena pemerintah masih memberikan banyak insentif untuk eksploitasi dan penggunaan batu bara.

Namun, transisi dari batu bara ke energi bersih di sektor ini harus menjadi prioritas. Jika ingin mencapai target iklim yang ambisius, maka Indonesia harus mempercepat penghapusan subsidi batu bara dan memberikan insentif yang lebih besar untuk pengembangan energi terbarukan.

Tantangan besar lainnya adalah keterbatasan infrastruktur energi terbarukan. Wilayah-wilayah penghasil nikel seperti Sulawesi dan Maluku Utara memiliki potensi besar untuk pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.

Namun, pengembangan ini belum terjadi dengan skala yang cukup untuk menggantikan batu bara.

Investasi besar dalam infrastruktur energi terbarukan sangat diperlukan untuk memungkinkan industri nikel beralih ke sumber energi bersih.

Pemerintah harus mendorong investasi di sektor ini dengan membuat kebijakan yang menarik bagi investor domestik maupun internasional.

Pengembangan infrastruktur jaringan listrik yang mendukung distribusi energi bersih di daerah terpencil juga menjadi kebutuhan mendesak.

Masalah kebijakan menjadi salah satu penghambat utama dalam transisi energi di sektor nikel. Banyak kebijakan yang masih mendukung pemanfaatan energi fosil, termasuk batu bara.

Misalnya, Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara masih menempatkan batu bara sebagai pilar utama dalam strategi energi nasional.

Kebijakan-kebijakan ini perlu diperbarui agar lebih selaras dengan komitmen iklim global dan kebutuhan akan energi bersih.

Pemerintah harus merancang regulasi yang mendorong pengurangan emisi karbon, menghapus subsidi untuk energi fosil, dan memberikan insentif bagi pengembangan energi terbarukan.

Tanpa perubahan kebijakan yang signifikan, industri nikel akan terus terjebak dalam ketergantungan pada energi kotor.

Selain regulasi, tantangan besar lainnya adalah kesiapan teknologi dan pendanaan. Teknologi energi terbarukan yang diperlukan untuk mendukung produksi nikel bersih masih mahal dan memerlukan investasi besar. Banyak perusahaan menghadapi kendala finansial untuk mengadopsi teknologi baru ini.

Pendanaan untuk proyek energi bersih di sektor nikel harus menjadi fokus pemerintah dan lembaga keuangan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau