Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 7 November 2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menetapkan moratorium sawit untuk menjaga daya tampung lingkungan.

Desakan tersebut mengemuka dalam diskusi publik bertajuk "Urgensi Perbaikan Tata Kelola Sawit melalui Kebijakan Penghentian Pemberian Izin dalam Perspektif Ekonomi dan Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH)", Rabu (3/11/2024).

Peneliti Lokahita Jesika Taradini mengatakan, perkebunan sawit di tiga pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Papua telah melewati ambang batas.

Baca juga: Limbah Sawit Lebih Ramah Lingkungan Jadi Bahan Baku Bioetanol

"Maka alih-alih memberi pintu terhadap pembukaan sawit baru, seluruh pihak harus mengupayakan pemulihan kondisi lingkungan di tiga pulau tersebut," jelas Jesika, dikutip dari siaran pers.

Secara nasional, lanjutnya, kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap sawit sudah
terpenuhi dengan luas sawit yang ada sekarang.

Penambahan kebun baru hanya akan memberikan keuntungan pada pelaku usaha besar dan minim dampak pada masyarakat serta pemasukan negara.

Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda melihat, kebijakan moratorium sawit akan membawa dampak ekonomi positif yang signifikan, terutama bila digabungkan dengan program replanting alias peremajaan tanaman.

Baca juga: Petani Sawit Perlu Diperhatikan dalam Komersialisasi Biodiesel

Dia menyampaikan, dampak implementasi kebijakan moratorium sawit dan replanting mampu output ekonomi Rp 28,9 triliun, tambahan produk domestik bruto (PDB) Rp28,2 triliun, pendapatan masyarakat Rp 28 triliun, surplus usaha Rp16,6 triliun, penerimaan pajak bersih Rp 165 miliar, ekspor Rp 782 miliar, pendapatan tenaga kerja Rp 13,5 triliun, dan penyerapan tenaga kerja 761.000 orang.

"Angka ini sangat signifikan dibandingkan tanpa moratorium yang cenderung negatif di semua aspek. Sehingga urgensi penerapan kebijakan moratorium sawit sesuai dengan manfaat ekonominya," jelas Nailul Huda.

Direktur Satya Bumi Andi Muttaqien berujar, urgensi moratorium sawit semakin relevan untuk menjawab regulasi anti deforestasi Uni Eropa atau EUDR.

Dia menuturkan, moratorium sawit merupakan kebijakan progresif pemerintah untuk menjawab ketentuan EUDR.

Baca juga: GAPKI Sebut Ekspor Sawit Indonesia ke Eropa Sudah Penuhi Syarat Berkelanjutan

"Karena selain merupakan komitmen mengurangi angka deforestasi global, juga moratorium ini dapat mendorong produksi sawit yang bebas dari unsur ilegalitas," jelas Andi.

Dia menambahkan, langkah tersebut juga juga membantu pencatatan due diligence mengingat moratorium memandatkan evaluasi perizinan.

Peneliti Madani Berkelanjutan Sadam Afian Richwanudin berujar, moratorium akan mendukung target iklim Indonesia.

Dia menyampaikan, penghentian izin dan bukaan lahan baru akan mendukung komitmen iklim Indonesia, sebab sektor kehutanan, alih fungsi lahan, dan energi masih menjadi tulang punggung target iklim.

"Bukaan (lahan) baru akan memperbesar angka karbon terlepas. Dengan menghentikan izin dan bukaan baru, akan memperbesar kontribusi kehutanan dan alih fungsi lahan dalam mencapai target iklim," ucap Sadam.

Baca juga: Jurus Prabowo Swasembada Energi: Manfaatkan Sawit hingga Singkong

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa
Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa
BUMN
Kebijakan Pelarangan Sawit di Jabar Disebut Tak Berdasar Bukti Ilmiah
Kebijakan Pelarangan Sawit di Jabar Disebut Tak Berdasar Bukti Ilmiah
LSM/Figur
Sampah Campur Aduk, Biaya Operasional 'Waste to Energy' Membengkak
Sampah Campur Aduk, Biaya Operasional "Waste to Energy" Membengkak
LSM/Figur
Biaya Kelola Limbah Setara Beli Popok Baru, Padahal Fibernya Punya Banyak Potensi
Biaya Kelola Limbah Setara Beli Popok Baru, Padahal Fibernya Punya Banyak Potensi
LSM/Figur
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Pemerintah
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Pemerintah
 RI Belum Maksimalkan  Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
RI Belum Maksimalkan Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
LSM/Figur
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Swasta
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Pemerintah
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
LSM/Figur
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
Pemerintah
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
LSM/Figur
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Pemerintah
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Swasta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau