Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Kembangkan Plastik Baru, Terurai di Laut Lebih Cepat dari Kertas

Kompas.com - 29/11/2024, 19:38 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para peneliti telah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk mencoba menemukan jenis plastik yang terurai paling cepat secara biologis di lingkungan laut. Alasannya, tentu saja karena jutaan ton plastik masuk ke lautan setiap tahun.

Kini peneliti dari Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) telah menemukan bahwa selulosa diasetat (CDA) merupakan jenis plastik yang paling cepat terurai di air laut dan secara teknis diklasifikasikan sebagai bioplastik.

CDA sendiri terbuat dari selulosa, polimer alami yang ditemukan di dinding sel tanaman, terutama pada kapas atau bubur kayu.

Selulosa ini, seperti dikutip dari New Atlas, Jumat (29/11/2024) telah digunakan dalam berbagai hal mulai dari bingkai kaca mata hitam, filter rokok, hingga film fotografi dan sejuta hal lainnya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Baca juga:

Dalam studinya, peneliti melakukan modifikasi sederhana yang disebut pembusaan. Proses tersebut membuata CDA terurai 15 kali lebih cepat bahkan lebih cepat daripada kertas.

Selama pengujian selama 36 minggu, busa CDA yang ditempatkan di tangki air laut yang mengalir terus-menerus kehilangan 65-70 persen dari massa aslinya.

Sementara jika dibandingkan dengan plastik umum lainnya yang dapat ditemukan di setiap lautan di dunia, misalnya styrofoam, itu menunjukkan degradasi nol dalam periode yang sama.

"Kami menerjemahkan pengetahuan dasar tersebut ke dalam desain material baru yang secara bersamaan memenuhi kebutuhan konsumen dan terurai di lautan lebih cepat daripada material plastik lain yang kami ketahui, bahkan lebih cepat daripada kertas," kata Collin Ward, penulis senior studi tersebut.

Makalah tim tersebut diterbitkan dalam jurnal ACS Publications.

Plastik di Lautan

Mengutip laman resmi Universitas RMIT, Australia kita membuang lebih dari 10 juta ton sampah plastik ke lautan setiap tahun dan diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah. Pada tahun 2030, angka tersebut dapat mencapai 60 juta.

Menurut peneliti dari Universitas RMIT, Dr. Jenna Guffogg, plastik di pantai pun dapat berdampak buruk pada satwa liar dan habitatnya, sama seperti di perairan terbuka.

Baca juga:

“Plastik dapat disalahartikan sebagai makanan, hewan yang lebih besar bisa terjerat dan hewan yang lebih kecil, seperti kepiting dapat terperangkap di dalam barang-barang seperti wadah plastik,” katanya.

Jika tidak disingkirkan, plastik-plastik ini pasti akan terfragmentasi lebih lanjut menjadi plastik mikro dan nano.

Penggunaan plastik sendiri dapat meningkat tiga kali lipat secara global pada tahun 2060, dengan peningkatan terbesar diperkirakan terjadi di Afrika sub-Sahara dan Asia.

Sampah plastik juga diproyeksikan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2060, dengan setengahnya berakhir di tempat pembuangan sampah dan kurang dari seperlimanya didaur ulang.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Produsen Elektronik Ini Targetkan Pakai 35 Persen Bahan Daur Ulang pada 2030

Produsen Elektronik Ini Targetkan Pakai 35 Persen Bahan Daur Ulang pada 2030

Swasta
Proyek Energi Hijau Milik AS Terancam, Pendanaan Miliaran Dollar Bakal Dipangkas

Proyek Energi Hijau Milik AS Terancam, Pendanaan Miliaran Dollar Bakal Dipangkas

Pemerintah
BRIN Gandeng Korsel untuk Bangun Rumah Kaca Pintar di Indonesia

BRIN Gandeng Korsel untuk Bangun Rumah Kaca Pintar di Indonesia

Pemerintah
Startup Bikin Mentega Ramah Lingkungan dari Karbon, Seperti Apa?

Startup Bikin Mentega Ramah Lingkungan dari Karbon, Seperti Apa?

Swasta
RI Buka Peluang Lanjutkan Kerja Sama Bangun Fasilitas CCS dengan AS

RI Buka Peluang Lanjutkan Kerja Sama Bangun Fasilitas CCS dengan AS

Pemerintah
Lembaga Keuangan AS Prediksi Kenaikan Suhu Global Capai 3 Derajat Tahun Ini

Lembaga Keuangan AS Prediksi Kenaikan Suhu Global Capai 3 Derajat Tahun Ini

Swasta
Startup Filipina Bikin AGRICONNECT PH, App Berbasis AI untuk Cegah Gagal Panel

Startup Filipina Bikin AGRICONNECT PH, App Berbasis AI untuk Cegah Gagal Panel

Swasta
Sektor Perikanan RI Bakal Kena Imbas Kenaikan Tarif Impor AS

Sektor Perikanan RI Bakal Kena Imbas Kenaikan Tarif Impor AS

Pemerintah
2030, Perusahaan Global Targetkan Elektrifikasi 100 Persen Armada Operasional

2030, Perusahaan Global Targetkan Elektrifikasi 100 Persen Armada Operasional

Pemerintah
Asosiasi Mantan Pemimpin Dunia Desak Kepemimpinan Eropa dalam Aksi Iklim

Asosiasi Mantan Pemimpin Dunia Desak Kepemimpinan Eropa dalam Aksi Iklim

Pemerintah
IATA Bentuk Organisasi Pengawas Avtur Berkelanjutan

IATA Bentuk Organisasi Pengawas Avtur Berkelanjutan

Swasta
AS Naikkan Tarif Impor, Bagaimana Dampaknya ke Industri Hijau?

AS Naikkan Tarif Impor, Bagaimana Dampaknya ke Industri Hijau?

Pemerintah
12 Kebutuhan Kritis Pasca Gempa Myanmar, dari Obat hingga Akses Air Bersih

12 Kebutuhan Kritis Pasca Gempa Myanmar, dari Obat hingga Akses Air Bersih

Pemerintah
Pemanasan Global Bikin Kadar Oksigen di Danau-danau Dunia Menurun

Pemanasan Global Bikin Kadar Oksigen di Danau-danau Dunia Menurun

LSM/Figur
Peternakan Sumbang Emisi Terbesar Sektor Pangan

Peternakan Sumbang Emisi Terbesar Sektor Pangan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau