KOMPAS.com - Para peneliti telah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk mencoba menemukan jenis plastik yang terurai paling cepat secara biologis di lingkungan laut. Alasannya, tentu saja karena jutaan ton plastik masuk ke lautan setiap tahun.
Kini peneliti dari Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) telah menemukan bahwa selulosa diasetat (CDA) merupakan jenis plastik yang paling cepat terurai di air laut dan secara teknis diklasifikasikan sebagai bioplastik.
CDA sendiri terbuat dari selulosa, polimer alami yang ditemukan di dinding sel tanaman, terutama pada kapas atau bubur kayu.
Selulosa ini, seperti dikutip dari New Atlas, Jumat (29/11/2024) telah digunakan dalam berbagai hal mulai dari bingkai kaca mata hitam, filter rokok, hingga film fotografi dan sejuta hal lainnya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Baca juga:
Dalam studinya, peneliti melakukan modifikasi sederhana yang disebut pembusaan. Proses tersebut membuata CDA terurai 15 kali lebih cepat bahkan lebih cepat daripada kertas.
Selama pengujian selama 36 minggu, busa CDA yang ditempatkan di tangki air laut yang mengalir terus-menerus kehilangan 65-70 persen dari massa aslinya.
Sementara jika dibandingkan dengan plastik umum lainnya yang dapat ditemukan di setiap lautan di dunia, misalnya styrofoam, itu menunjukkan degradasi nol dalam periode yang sama.
"Kami menerjemahkan pengetahuan dasar tersebut ke dalam desain material baru yang secara bersamaan memenuhi kebutuhan konsumen dan terurai di lautan lebih cepat daripada material plastik lain yang kami ketahui, bahkan lebih cepat daripada kertas," kata Collin Ward, penulis senior studi tersebut.
Makalah tim tersebut diterbitkan dalam jurnal ACS Publications.
Mengutip laman resmi Universitas RMIT, Australia kita membuang lebih dari 10 juta ton sampah plastik ke lautan setiap tahun dan diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah. Pada tahun 2030, angka tersebut dapat mencapai 60 juta.
Menurut peneliti dari Universitas RMIT, Dr. Jenna Guffogg, plastik di pantai pun dapat berdampak buruk pada satwa liar dan habitatnya, sama seperti di perairan terbuka.
Baca juga:
“Plastik dapat disalahartikan sebagai makanan, hewan yang lebih besar bisa terjerat dan hewan yang lebih kecil, seperti kepiting dapat terperangkap di dalam barang-barang seperti wadah plastik,” katanya.
Jika tidak disingkirkan, plastik-plastik ini pasti akan terfragmentasi lebih lanjut menjadi plastik mikro dan nano.
Penggunaan plastik sendiri dapat meningkat tiga kali lipat secara global pada tahun 2060, dengan peningkatan terbesar diperkirakan terjadi di Afrika sub-Sahara dan Asia.
Sampah plastik juga diproyeksikan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2060, dengan setengahnya berakhir di tempat pembuangan sampah dan kurang dari seperlimanya didaur ulang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya