Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Darmawan
Dosen

Dosen tetap di Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Koordintor Pusat Riset Kebijakan Strategis Asia Tenggara, LPPM UNSOED

Peradaban Ekologis China

Kompas.com, 3 Desember 2024, 16:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam hal ini, perlu adanya regulasi dan kebijakan yang memastikan transfer teknologi dan investasi dari China dilakukan secara transparan, mengedepankan keberlanjutan lingkungan, dan menghormati hak-hak komunitas lokal.

Bagi Indonesia, Peradaban Ekologis seharusnya tidak dipandang sebagai konsep asing yang hanya dapat ditiru, tetapi lebih sebagai perspektif baru yang perlu diadaptasi secara kontekstual.

Sebagai negara kepulauan dengan keragaman ekosistem yang sangat luas, pendekatan yang komprehensif dan sensitif terhadap konteks lokal adalah hal yang mutlak diperlukan.

Dalam mengadaptasi konsep ini, Indonesia dapat belajar dari pengalaman China dalam mengembangkan teknologi hijau dan memastikan bahwa pendekatan keberlanjutan tidak hanya di tingkat kebijakan, tetapi juga dalam pelaksanaan teknis dan sosial.

Komitmen politik yang kuat, partisipasi aktif masyarakat, dan inovasi berkelanjutan yang berakar pada pengetahuan lokal akan menjadi faktor penentu keberhasilan adaptasi ini.

Sebagai contoh, Indonesia dapat memanfaatkan kerja sama dengan China untuk mempercepat transisi energi bersih di daerah-daerah terpencil.

Selain itu, proyek rehabilitasi ekosistem seperti penanaman kembali hutan mangrove dan peningkatan kapasitas masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dapat diintegrasikan dengan konsep Peradaban Ekologis yang menempatkan lingkungan sebagai aktor kunci.

Melampaui batas: Filosofi peradaban baru

Peradaban Ekologis mengajak kita untuk melampaui paradigma pembangunan konvensional dan membayangkan peradaban di mana kemajuan diukur berdasarkan kesehatan ekosistem dan kualitas hidup manusia, bukan hanya angka pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks krisis iklim yang mengancam masa depan umat manusia, pendekatan ini menawarkan secercah harapan, tapi juga memunculkan tantangan besar terkait pelaksanaannya.

Di satu sisi, ada potensi besar dalam merajut kembali hubungan yang hilang antara manusia dan planet ini. Namun di sisi lain, ketergantungan pada bahan bakar fosil dan kompromi sosial yang sering kali harus diambil menunjukkan adanya kontradiksi mendasar.

Banyak program yang tampak progresif dalam wacana keberlanjutan ternyata belum tentu menghasilkan keadilan sosial atau melibatkan masyarakat secara penuh.

Filosofi peradaban baru ini menuntut kita untuk tidak hanya memikirkan keberlanjutan dari aspek lingkungan, tetapi juga dari aspek keadilan sosial dan ekonomi, memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat ikut merasakan manfaat dari perubahan menuju keberlanjutan tersebut.

Peradaban Ekologis bukanlah solusi final, tetapi proses dialektis yang terus berevolusi. Ia menawarkan ruang interogasi kritis terhadap model pembangunan yang ada, sambil menghadirkan horizon baru bagi pemahaman kita tentang bagaimana keberlanjutan dapat diimplementasikan dengan lebih baik.

Tantangan terbesar kita terletak pada kemampuan untuk melampaui batas-batas disiplin dan sektor, membangun pemikiran responsif dan adil terhadap kompleksitas lingkungan dan sosial.

Pendekatan ini tidak hanya tentang menyelamatkan lingkungan, tetapi juga tentang memastikan keadilan sosial, keberlanjutan ekonomi, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

Setiap langkah kecil yang diambil menuju Peradaban Ekologis adalah bagian dari perjalanan panjang untuk membentuk masa depan yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.

Penting bagi kita untuk menyadari bahwa keberlanjutan tidak dapat dicapai tanpa keterlibatan penuh dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta, serta tanpa mengatasi kontradiksi yang masih ada dalam penerapan konsep ini.

Tantangan-tantangan seperti ketergantungan pada bahan bakar fosil dan dampak sosial yang kurang diperhatikan harus diatasi agar visi Peradaban Ekologis dapat benar-benar terwujud menjadi peradaban yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau