KOMPAS.com - Bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) memainkan peran penting dalam mengurangi emisi industri penerbangan dan mencapai emisi nol bersih pada 2050.
Analisis baru dari International Air Transport Association (IATA) mencatat ada kemajuan dalam peningkatan penggunaan SAF pada 2024. Buktinya produksi SAF meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Akan tetapi analisis tersebut juga menemukan meski ada kenaikan, tetapi tidak memenuhi proyeksi sebelumnya.
Baca juga:
Mengutip Know ESG, Jumat (13/12/2024) IATA menyebut produksi SAF pada 2024 mencapai 1 juta ton atau dua kali lipat jumlah yang diproduksi pada 2023.
Namun, dalam kenyataannya produksi SAF di tahun ini lebih rendah dari prediksi sebelumnya, yang memperkirakan bisa mencapai 1,5 juta ton.
Pertumbuhan yang lebih lambat ini disebabkan oleh keterlambatan dalam meningkatkan fasilitas produksi SAF utama di AS.
Jika produksi ditingkatkan secara signifikan pada 2025, produksi diperkirakan bisa mencapai 2,1 juta ton atau 0,7 persen dari produksi bahan bakar jet global.
Selain itu juga, pergerakan SAF disebut lambat karena banyak pemerintah yang mengirimkan sinyal beragam kepada perusahaan minyak, yang terus menerima dukungan finansial untuk eksplorasi dan produksi bahan bakar fosil.
Investor baru pun ragu untuk menginvestasikan sejumlah uang ke SAF tanpa jaminan keuntungan.
Sementara itu, maskapai penerbangan yang berkomitmen pada SAF memiliki margin laba yang sangat tipis, yang berarti SAF merupakan investasi jangka panjang, dan investor perlu bersabar.
"Dengan hanya memperoleh margin bersih 3,6 persen, ekspektasi profitabilitas bagi investor SAF harus lambat dan stabil, tidak cepat dan menggebu-gebu. Namun, jangan salah bahwa maskapai penerbangan sangat ingin membeli SAF dan ada uang yang dapat dihasilkan oleh investor dan perusahaan yang melihat masa depan dekarbonisasi jangka panjang," ungkap Willie Walsh, Direktur Jenderal IATA.
Untuk meningkatkan produksi SAF, pemerintah harus beralih dari subsidi bahan bakar fosil dan memberikan insentif yang mendukung produksi bahan bakar terbarukan seperti SAF.
"Pemerintah dapat mempercepat kemajuan dengan mengurangi subsidi produksi bahan bakar fosil dan menggantinya dengan insentif produksi strategis dan kebijakan yang jelas yang mendukung masa depan yang dibangun di atas energi terbarukan, termasuk SAF," tambah Walsh.
IATA menggarisbawahi untuk mencapai emisi CO2 nol bersih pada tahun 2050, sekitar 3.000 hingga 6.500 pabrik bahan bakar terbarukan akan dibutuhkan.
Baca juga:
Pabrik-pabrik ini tidak hanya akan memproduksi SAF tetapi juga menyediakan jenis bahan bakar terbarukan lainnya untuk beberapa industri. Hal ini dapat dicapai dengan perkiraan investasi tahunan sebesar 128 miliar dollar AS.
Organisasi perdagangan global untuk industri transportasi udara juga menyarankan beberapa tindakan untuk kemajuan yang lebih cepat, seperti meningkatkan pemrosesan bersama, mendiversifikasi produksi SAF, dan menciptakan kerangka akuntansi SAF global.
Studi baru pun juga menunjukkan dukungan untuk SAF, di mana 86 persen pelancong setuju pemerintah harus memberi insentif untuk produksi SAF.
"Dekarbonisasi industri penerbangan harus dilihat sebagai bagian dari transisi energi global, bukan hanya sebagai masalah transportasi," kata Marie Owens Thomsen, Wakil Presiden Senior Bidang Keberlanjutan dan Kepala Ekonom IATA.
Menyelesaikan tantangan transisi energi untuk penerbangan pun juga akan menguntungkan ekonomi yang lebih luas karena kilang bahan bakar terbarukan dapat menghasilkan berbagai macam bahan bakar yang digunakan oleh industri lain.
"Kita membutuhkan seluruh dunia untuk menghasilkan energi terbarukan sebanyak mungkin untuk semua orang. Maskapai penerbangan hanya ingin mengakses bagian yang adil dari hasil produksi itu," papar Thomsen lagi.
sumber https://www.knowesg.com/environment/saf-production-increased-but-fell-short-of-2024-projections-11122024
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya