Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi Eropa Mandatkan Maskapai Penerbangan Laporkan Jejak Asap Putih

Kompas.com - 04/09/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Komisi Eropa menyepakatai aturan yang memandatkan maskapai penerbanyan untuk melaporkan perkiraan dampak iklim dari jejak asap putih yang dihasilkan penerbangan pesawat-pesawat bermesin jet mereka.

Jejak asap putih yang dikeluarkan pesawat disebut dengan contrails. Contrails adalah awan es yang terbuat dari uap air yang mengembun di sekitar partikel debu.

Selain itu, maskapai penerbangan juga akan diatur agar melaporkan jumlah karbon dioksida yang mereka keluarkan setiap tahun.

Baca juga: McKinsey Soroti Tantangan Penangkapan Karbon dan Pemanfaatan Hidrogen Bersih

Komisi Eropa mengakui, masih ada ketidakpastian mengenai dampak iklim non-karbon dioksida dari industri penerbangan.

Lembaga tersebut menyebutkan, persyaratan pelaporan baru akan membantu untuk menambah pengetahuan mengenai dampaknya terhadap iklim.

"Studi telah menunjukkan bahwa ketidakpastian dalam dampak ini bukanlah alasan yang cukup untuk menghindari tindakan," kata eksekutif Uni Eropa, sebagaimana dilansir Euronews, Selasa (2/9/2024).

Jejak asap putih biasanya mengandung nitrogen oksida, karbon hitam, dan zat-zat lain yang merusak iklim.

Partikel-partikel tersebut terbukti meningkatkan tutupan awan di atmosfer atas, tidak seperti awan yang terletak rendah, sehingga bisa ikut memerangkap panas.

Baca juga: PLN Mulai Operasikan PLTGU Tambak Lorok yang Rendah Emisi Karbon

Beberapa perkiraan menunjukkan, kontribusi dari jejak asap putih terhadap pemanasan global setidaknya sebesar 2 persen dari emisi karbon dioksida yang berasal dari pesawat terbang.

Aturan tersebut akan berlaku tahun depan dan hanya untuk penerbangan antara bandara di Area Ekonomi Eropa yaitu Uni Eropa plus Islandia, Norwegia, dan Swiss.

Di sisi lain, kelompok pro-lingkungan mengkritik dan mempertanyakan mengapa penerbangan jarak jauh di luar kawasan tersebut dikecualikan.

"Maskapai penerbangan jarak jauh kembali menerima perlakuan istimewa dari UE," kata Krisztina Hencz dari Transport & Environment di Brussels.

Aturan tersebut dibuat mengikuti reformasi terkini sistem perdagangan emisi karbon Uni Eropa yaitu EU Emissions Trading System (EU ETS).

Baca juga: RI Punya PLTS Daratan Terbesar, Mampu Kurangi 118.725 Ton Karbon Dioksida

Dalam sistem tersebut, para pencemar diharuskan untuk membayar emisi gas rumah kaca (GRK) yang mereka hasilkan.

Regulasi tersebut juga menetapkan aturan tentang cara memperkirakan jejak karbon bahan bakar penerbangan berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF), yang dapat diproduksi dari bahan bakar nabati, limbah organik, atau hidrogen hijau.

Bahan bakar apa pun yang jejak karbon siklus hidupnya setidaknya 70 persen lebih rendah daripada minyak tanah standar akan dinilai sebagai nol emisi untuk tujuan skema perdagangan.

Jika listrik terbarukan digunakan untuk mensintesis bahan bakar berkelanjutan, listrik tersebut harus berasal dari turbin angin khusus yang baru dipasang, panel surya, atau energi terbarukan lainnya.

Baca juga: Transfer Kredit Karbon dari Korsel ke RI Diproyeksikan Meningkat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Swasta
Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau