KOMPAS.com - Komisi Eropa menyepakatai aturan yang memandatkan maskapai penerbanyan untuk melaporkan perkiraan dampak iklim dari jejak asap putih yang dihasilkan penerbangan pesawat-pesawat bermesin jet mereka.
Jejak asap putih yang dikeluarkan pesawat disebut dengan contrails. Contrails adalah awan es yang terbuat dari uap air yang mengembun di sekitar partikel debu.
Selain itu, maskapai penerbangan juga akan diatur agar melaporkan jumlah karbon dioksida yang mereka keluarkan setiap tahun.
Baca juga: McKinsey Soroti Tantangan Penangkapan Karbon dan Pemanfaatan Hidrogen Bersih
Komisi Eropa mengakui, masih ada ketidakpastian mengenai dampak iklim non-karbon dioksida dari industri penerbangan.
Lembaga tersebut menyebutkan, persyaratan pelaporan baru akan membantu untuk menambah pengetahuan mengenai dampaknya terhadap iklim.
"Studi telah menunjukkan bahwa ketidakpastian dalam dampak ini bukanlah alasan yang cukup untuk menghindari tindakan," kata eksekutif Uni Eropa, sebagaimana dilansir Euronews, Selasa (2/9/2024).
Jejak asap putih biasanya mengandung nitrogen oksida, karbon hitam, dan zat-zat lain yang merusak iklim.
Partikel-partikel tersebut terbukti meningkatkan tutupan awan di atmosfer atas, tidak seperti awan yang terletak rendah, sehingga bisa ikut memerangkap panas.
Baca juga: PLN Mulai Operasikan PLTGU Tambak Lorok yang Rendah Emisi Karbon
Beberapa perkiraan menunjukkan, kontribusi dari jejak asap putih terhadap pemanasan global setidaknya sebesar 2 persen dari emisi karbon dioksida yang berasal dari pesawat terbang.
Aturan tersebut akan berlaku tahun depan dan hanya untuk penerbangan antara bandara di Area Ekonomi Eropa yaitu Uni Eropa plus Islandia, Norwegia, dan Swiss.
Di sisi lain, kelompok pro-lingkungan mengkritik dan mempertanyakan mengapa penerbangan jarak jauh di luar kawasan tersebut dikecualikan.
"Maskapai penerbangan jarak jauh kembali menerima perlakuan istimewa dari UE," kata Krisztina Hencz dari Transport & Environment di Brussels.
Aturan tersebut dibuat mengikuti reformasi terkini sistem perdagangan emisi karbon Uni Eropa yaitu EU Emissions Trading System (EU ETS).
Baca juga: RI Punya PLTS Daratan Terbesar, Mampu Kurangi 118.725 Ton Karbon Dioksida
Dalam sistem tersebut, para pencemar diharuskan untuk membayar emisi gas rumah kaca (GRK) yang mereka hasilkan.
Regulasi tersebut juga menetapkan aturan tentang cara memperkirakan jejak karbon bahan bakar penerbangan berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF), yang dapat diproduksi dari bahan bakar nabati, limbah organik, atau hidrogen hijau.
Bahan bakar apa pun yang jejak karbon siklus hidupnya setidaknya 70 persen lebih rendah daripada minyak tanah standar akan dinilai sebagai nol emisi untuk tujuan skema perdagangan.
Jika listrik terbarukan digunakan untuk mensintesis bahan bakar berkelanjutan, listrik tersebut harus berasal dari turbin angin khusus yang baru dipasang, panel surya, atau energi terbarukan lainnya.
Baca juga: Transfer Kredit Karbon dari Korsel ke RI Diproyeksikan Meningkat
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya