Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Degradasi Lahan Ancam Stabilitas Ekonomi Global, Arab Saudi Siapkan Langkah Strategis di COP16

Kompas.com, 17 Desember 2024, 17:59 WIB
ADW,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

"Keberhasilan awal ini menunjukkan kelayakan target ambisius kami dan memperkuat komitmen kami untuk mencapainya," tuturnya.

Saudi Green Initiative, menunjukkan bagaimana program lingkungan nasional dapat secara efektif mendorong tindakan yang lebih luas. Dr Osama menjelaskan bahwa pendekatan terintegrasi mereka menggabungkan target ambisius dengan strategi implementasi yang praktis.

"Pengalaman kami menunjukkan bahwa keberhasilan bergantung pada koordinasi yang kuat antara lembaga pemerintah, keterlibatan sektor swasta, dan partisipasi masyarakat,” jelasnya.

Dengan membagikan pembelajaran ini di forum, seperti UNCCD COP16, Arab Saudi berharap dapat menginspirasi dan mendukung negara lain dalam mengembangkan pendekatan komprehensif mereka sendiri untuk mengatasi degradasi lahan.

Lebih lanjut, Arab Saudi juga memperkenalkan inisiatif Middle East Green yang menunjukkan kepemimpinan regional mereka dengan merestorasi 200 juta ha lahan yang terdegradasi di seluruh wilayah.

Awal tahun ini, Arab Saudi juga bergabung dengan International Drought Resilience Alliance, memperkuat komitmen mereka untuk mengatasi tantangan yang terkait dengan kekeringan secara global.

Baca juga: COP16 Riyadh: Pembicaraan Tinggi Lawan Degradasi Lahan Dimulai

Arab Saudi pun secara aktif mengembangkan dan menerapkan teknologi untuk pengelolaan lahan dan sumber daya yang berkelanjutan. Investasi mereka berfokus pada sistem pemantauan lahan, praktik pertanian cerdas, desalinasi air yang hemat energi, dan sistem irigasi hemat air.

"Kepemimpinan Arab Saudi di COP16 bakal menjadi platform yang sangat baik untuk mendorong kolaborasi internasional. Melalui inisiatif global, seperti Riyadh Global Drought Resilience Partnership yang kami luncurkan selama COP16, kami memanfaatkan potensi kerja sama internasional untuk menciptakan momen transformatif dalam cara dunia menghadapi kekeringan," jelas Dr Osama. 

Sinergi global, kunci sukses restorasi lahan 

Terkait peran organisasi internasional, Dr Osama menekankan bahwa lembaga, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki peran penting dalam mendukung dan memperkuat upaya restorasi lahan.

"PBB memiliki kapasitas unik untuk mendorong komunitas global, memicu gerakan di seluruh dunia, dan membantu mengamankan pendanaan untuk restorasi lahan dalam skala besar," ujarnya.

Baca juga: COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

Menurutnya, keahlian, sumber daya, dan kemampuan organisasi internasional untuk menyatukan berbagai pihak sangat penting dalam membangun dasar bukti yang dibutuhkan.

Hal itu dapat membantu negara-negara menciptakan insentif yang mendorong perubahan sikap dan perilaku menuju solusi yang regeneratif, tangguh terhadap iklim, dan mendukung alam.

Presidensi COP16 jadi momentum aksi global

Pada Desember 2024, COP16 dari UNCCD menjadi yang pertama kali diselenggarakan di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.

"Sebagai Presiden UNCCD COP16, fokus utama Arab Saudi adalah untuk menggerakkan komunitas internasional. Kami juga memastikan bahwa COP16 di Riyadh menjadi titik balik dalam cara dunia menangani degradasi lahan, kekeringan, dan desertifikasi," tegas Dr Osama.

Menurutnya, masalah-masalah tersebut bukan sekadar tantangan lingkungan, melainkan juga merupakan kekuatan pendorong di balik banyak krisis global, mulai dari ketahanan pangan hingga migrasi paksa.

"UNCCD COP16 mempertemukan 196 negara anggota dan Uni Eropa dengan fokus khusus pada negara-negara yang paling terdampak oleh degradasi lahan dan kekeringan. Namun, kenyataannya hampir tidak ada sudut dunia yang tersisa yang tidak terpengaruh oleh degradasi lahan, desertifikasi, dan kekeringan," ujarnya.

Baca juga: COP16 Riyadh: Perusahaan Didesak Perkuat Investasi Kesehatan Lahan

Pada COP16, Arab Saudi meluncurkan Riyadh Drought Resilience Partnership, sebuah inisiatif bersejarah yang memperkuat pemantauan kekeringan global dan meningkatkan ketahanan internasional terhadap kekeringan.

Langkah itu penting, mengingat seperempat populasi dunia sudah terdampak kekeringan, dan tiga dari empat orang diproyeksikan akan menghadapi kelangkaan air pada tahun 2050.

"Melalui kepresidenan kami, kami berusaha memperkuat Land Degradation Neutrality Targets, yang saat ini hanya dimiliki oleh 130 negara, dan kami berharap negara-negara membawa ambisi yang lebih tinggi menuju COP16 di Riyadh," ujar Dr Osama.

Peran strategis Indonesia

Sebagai salah satu negara dengan tantangan degradasi lahan yang signifikan, Indonesia memiliki pengalaman berharga dalam upaya penanganan masalah ini. Dr Osama pun mengapresiasi upaya Indonesia dalam mengatasi tantangan degradasi lahan, seperti deforestasi dan kerusakan lahan gambut.

"Data terbaru dari World Resources Institute menunjukkan bahwa meskipun Indonesia mengalami peningkatan 27 persen dalam kehilangan hutan primer pada 2023, negara ini telah membuat kemajuan signifikan dalam mengurangi tingkat deforestasi dibandingkan dengan tahun 2010-an," jelasnya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Pemerintah
Pemerintah dan KI Bentuk Tim Pelaksana Budi Daya Udang Berkelanjutan di Banyuwangi
Pemerintah dan KI Bentuk Tim Pelaksana Budi Daya Udang Berkelanjutan di Banyuwangi
Pemerintah
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau