KOMPAS.com - Laporan Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan teknologi baru membuka potensi besar energi panas bumi yang dapat menyediakan daya bersih sepanjang waktu di hampir semua negara di seluruh dunia.
Laporan berjudul 'The Future of Geothermal Energy' menemukan bahwa energi panas bumi dapat memenuhi 15 persen pertumbuhan permintaan listrik global hari ini hingga 2050 jika biaya proyek terus menurun.
Dikutip dari Power Engineering International, Sabtu (21/12/2024) saat ini, panas bumi memenuhi sekitar 1 persen permintaan listrik global.
Namun, analisis IEA bekerja sama dengan Inner Space menunjukkan bahwa teknologi panas bumi generasi berikutnya memiliki potensi teknis untuk memenuhi permintaan listrik dan panas global berkali-kali lipat.
Industri energi panas bumi dapat memanfaatkan teknologi sektor minyak dan gas dengan menggunakan teknik serta peralatan pengeboran yang ada untuk masuk lebih ke bawah permukaan bumi dan memanfaatkan sumber daya energi rendah emisi tersebut.
Baca juga:
"Teknologi baru membuka cakrawala bagi energi panas bumi di seluruh dunia, menawarkan kemungkinan untuk memenuhi sebagian besar permintaan listrik dunia yang tumbuh pesat secara aman dan bersih,” kata direktur eksekutif IEA Fatih Birol.
"Terlebih lagi, panas bumi bisa memanfaatkan teknologi dan keahlian industri minyak dan gas sehingga menjadi peluang besar," tambahnya.
Analisis IEA sendiri menunjukkan bahwa pertumbuhan panas bumi dapat menghasilkan investasi senilai 1 triliun dollar AS pada 2035.
Sementara saat ini, panas bumi konvensional masih merupakan teknologi khusus yang bergantung pada lokasi, dengan sebagian besar kapasitas terpasang berada di negara-negara yang memiliki aktivitas vulkanik atau berada di antara garis patahan tektonik, yang membuat sumber daya lebih mudah diakses.
Negara yang memimpin bidang ini di antaranya Amerika Serikat, Islandia, Indonesia, Turki, Kenya, dan Italia.
Namun, teknologi baru bakal membuat prospek panas bumi benar-benar mendunia, membuka potensi untuk mendapatkan manfaat darinya di hampir semua negara.
Laporan IEA juga menyoroti lebih dari 100 negara memiliki kebijakan untuk tenaga surya fotovoltaik dan angin darat, tetapi hanya 30 negara yang memiliki kebijakan tersebut untuk panas bumi.
Lebih lanjut, mendorong industri panas bumi ke agenda energi nasional dengan tujuan khusus dan dukungan yang kuat untuk inovasi serta pengembangan teknologi dapat membantu mengurangi persepsi risiko proyek dan membuka investasi baru.
Baca juga:
Visibilitas regulasi yang jelas dan jangka panjang bagi investor akan membantu mengurangi risiko dalam pengembangan tahap awal dan memberikan visibilitas pada pengembalian investasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing biaya proyek geothermal.
Dengan demikian, biaya dapat turun hingga 80 persen pada tahun 2035 menjadi sekitar 50 dollar AS per megawatt hour (MWh).
Ini akan menjadikan panas bumi sebagai sumber listrik rendah emisi yang dapat didistribusikan dengan murah, setara dengan instalasi tenaga air dan nuklir yang ada.
Namun, perizinan dan birokrasi administratif terbukti menjadi hambatan utama bagi proyek geothermal, yang dapat memakan waktu hingga satu dekade untuk beroperasi penuh.
Laporan tersebut menunjukkan pemerintah dapat menyederhanakan proses perizinan dengan mengonsolidasikan dan mempercepat langkah-langkah administratif yang terlibat.
Baca juga: Hashim: Pemerintahan Prabowo Siapkan Program 100 Gigawatt Energi Baru
Mereka juga dapat mempertimbangkan perizinan geothermal khusus yang terpisah dari penambangan mineral.
Kebijakan dan regulasi yang menegakkan standar lingkungan yang kuat sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan proyek geothermal.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya