KOMPAS.com - Pengabain negara terhadap perlindungan hukum masyarakat adat dinilai menjadi bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Manajer Bidang Advokasi Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Ermelina Singereta mengatakan, masyarakat adat khususnya perempuan, anak, dan kelompok rentan berhak mempertahankan ruang hidup mereka.
Namun kenyataannya, kata Ermelina, banyak perempuan adat harus berhadapan dengan hukum yang tidak adil.
Baca juga: Momen Teguhkan Kebangsaan, RUU Masyarakat Adat Harus Disahkan 2025
Ermelina menuturkan, banyak dari mereka yang ditangkap, diadili, bahkan dihukum karena mempertahankan hak dan identitas mereka sebagai perempuan adat.
"Bagi perempuan adat, hukum ibarat fatamorgana: terlihat jelas tetapi sulit untuk dijangkau,' ucap Ermelina dikutip dari siaran pers Koalisi Kawal Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat, Jumat (20/12/2024).
Ermelina menekankan, perlindungan hak masyarakat adat tidak hanya penting dari aspek keadilan, tetapi juga memiliki peran kunci dalam melestarikan keanekaragaman hayati global.
Wilayah adat merupakan benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati dunia. Diperkirakan 80 persen keanekaragaman hayati global tersimpan di dalamnya.
Dengan pengetahuan tradisional yang diwariskan selama ribuan tahun, masyarakat adat telah menjadi penjaga alam dan ekosistem hayati yang tak tergantikan.
Baca juga: Pengetahuan Masyarakat Adat Perlu Diarusutamakan untuk Restorasi Lahan
Lebih lanjut, Ermelina menjelaskan keterlibatan masyarakat adat dalam pengelolaan wilayah adat berkontribusi besar terhadap upaya global untuk melestarikan lingkungan, mitigasi perubahan iklim, dan perlindungan ekosistem.
Di tengah tantangan lingkungan yang semakin kompleks, peran pemuda adat juga menjadi sangat krusial sebagai generasi penerus dalam menjaga warisan leluhur.
Menurut Ermelina, pemuda adat adalah garda terdepan dalam upaya mempertahankan wilayah adat dalam menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks.
PPMAN sendiri merupakan salah satu organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat.
Koalisi yang terdiri atas 35 organisasi tersebut mendesak DPR RI dan pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
Baca juga: COP16 Riyadh: Masyarakat Adat Desak Pengakuan hingga Pembiayaan Langsung
Mereka menilai pengesahan RUU tersebut dapat mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat secara lebih efektif.
Saat ini, RUU Masyarakat Adat masuk kembali dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025 dan masuk dalam Prolegnas lima tahunan usulan DPR RI.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya