Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim: Hari-hari Beku Berkurang, Musim Dingin Makin Pendek

Kompas.com, 30 Desember 2024, 12:53 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber splinter

KOMPAS.com - Analisis baru dari Climate Central menemukan bahwa puluhan negara dan ratusan kota harus kehilangan hari-hari di bawah titik beku pada musim dingin.

Hal tersebut bisa menyebabkan gangguan lingkungan karena dinginnya musim dingin pun memainkan peran penting bagi dunia.

"Waktu terdingin dalam setahun menopang salju dan es yang digunakan untuk rekreasi musim dingin serta aktivitas lainnya. Selain itu juga kesempatan untuk mengisi kembali lapisan salju yang memasok air tawar," tulis peneliti dalam studinya.

"Musim dingin juga memainkan peran penting dalam siklus hidup tumbuhan, hewan, serangga, yang memengaruhi ekosistem sepanjang sisa tahun," tulis peneliti lagi.

Dikutip dari Splinter, Senin (30/12/2024), Climate Central menganalisis suhu minimum harian Desember-Februari di 123 negara.

Baca juga: Bagaimana Olahraga Musim Dingin Beradaptasi dengan Perubahan Iklim?

Mereka menemukan bahwa sepertiga dari negara-negara tersebut (44 negara), mengalami setidaknya satu minggu tambahan dengan hari-hari di atas titik beku per tahun selama 2014 hingga 2023, berkat pemanasan yang disebabkan oleh manusia.

Beberapa tempat mengalami hal yang lebih buruk dari itu.

Dua puluh lima negara mengalami antara satu dan dua minggu hilangnya hari-hari beku.

Itu termasuk destinasi ski Eropa seperti Prancis dan Italia, serta Norwegia, Jepang, dan Inggris Raya.

Eropa secara umum memang bernasib lebih buruk daripada bagian lain dunia. Contohnya Jerman, Polandia, dan Belgia yang mengalami setidaknya dua minggu lebih banyak cuaca hangat per tahun.

Denmark dan tiga negara Baltik mengalami musim dingin paling cepat, dengan setidaknya tiga minggu penuh hilangnya hari-hari beku karena perubahan iklim.

Tingkat Kota

Jika ditelusuri ke tingkat kota, hampir setengah (44 persen) dari 901 kota yang diteliti kehilangan setidaknya satu minggu cuaca beku.

Baca juga: Perubahan Iklim Rugikan Asuransi Hingga 600 Miliar Dollar AS

Beberapa mengalami hal yang jauh lebih buruk dari itu. Termasuk Fuji, Jepang (35 hari di atas titik beku ditambahkan setiap tahun); Khujand, Tajikistan (30 hari); Turin, Italia (30 hari); dan Bergen, Norwegia (29 hari).

Kota-kota di AS tidak lebih baik, dengan 39 dari 62 kota yang dianalisis kehilangan setidaknya seminggu cuaca beku.

Dampak dari makin pendeknya musim dingin ini sangat luas.

Industri ski dan papan seluncur salju tentu akan terdampak. Namun tak hanya itu saja.

Berkurangnya lapisan salju di pegunungan juga akan memutus pasokan air, dan lebih sedikit hari di bawah titik beku mungkin akan memperburuk risiko kesehatan yang terkait dengan nyamuk, kutu, dan pembawa penyakit lainnya.

Waktu pertanian juga akan terganggu karena ada pula berbagai tanaman bergantung pada sejumlah dingin musim dingin untuk bertahan hidup.

Baca juga: Krisis Iklim, Indonesia Alami Tambahan 122 Hari Suhu Panas pada 2024

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau