Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Morowali Diintai Banjir hingga Longsor karena Masifnya Ekstraktivisme

Kompas.com - 10/01/2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

 

KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) menilai banjir bandang di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara tak lepas dari masifnya aktivitas penambangan di sana, terutama nikel.

Pada awal tahun ini, Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia, Morowali Utara dilanda banjir bandang yang menelan korban jiwa.

Akhir tahun lalu,  Desa Labota di Kecamatan Bahodopi, Morowali juga diterpa banjir bandang yang bercampur dengan lumpur.

Baca juga: 2024 Jadi Tahun Bencana akibat Krisis Iklim, Banjir Bandang hingga Kebakaran Hutan

Menurut analisis Walhi Sulteng, di Morowali terdapat 53 izin usaha penambangan (IUP) dengan total luas area konsesi mencapai 118.139 hektare.

Sedangkan di Morowali Utara, masih menurut Walhi Sulteng, jumlah IUP tercatat ada 38 izin dengan total area konsesi 69.156 hektare.

Pengampanye Walhi Sulteng Wandi mengatakan, kegiatan pertambangan tersebut memicu kerusakan alam dan rawan menimbulkan bencana sepeti banjir bandang dan tanah longsor.

Wandi menuturkan, sebelum ada aktivitas penambangan yang masif di wilayah tersebut, kejadian banjir bandang hampir tidak pernah ada.

Baca juga: Hutan Bakau Hemat Penanganan Banjir Global 855 Miliar Dollar AS

Kini, setiap musim penghujan tiba, Wandi menuturkan masyarakat menjadi khawatir dan memikirkan untuk mencari tempat berlindung.

"Yang menjadi ketakutan masyarakat adalah ketika musim penghujan, pasti mereka waswas akan ada banjir, akan ada material longsor," kata Wandi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/1/2025).

Wandi menambahkan, apabila ada semakin banyak area yang dibuka untuk penambangan, maka dikhawatirkan akan ada lebih banyak bahaya yang mengintai.

Dia pun mendesak agar pemerintah berhenti menerbitkan izin penambangan di tahun-tahun akan mendatang.

Baca juga: Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Wandi menilai, kerusakan alam yang diakibatkan dari aktivitas tersebut beserta dampaknya terhadap warga tidak sebanding dengan dampak yang diberikan dari kegiatan ekstraktivisme di sana.

Dia juga mendesak pemerintah agar mengevaluasi seluruh izin-izin tambang yang sedang beroperasi maupun yang masih dalam proses perizinan.

"Selain itu, segera melakukan ketegasan untuk memberikan sanksi dan menyampaikannya kepada publik," ujar Wandi.

Dia berujar, tambang-tambang yang beroperasi saat ini harus dievaluasi untuk mengukur seberapa jauh penerapan tata kelola pertambangan yang baik.

 Baca juga: Walhi: Banjir di Halmahera Tengah Akibat Kerusakan Bentang Alam

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Belajar Resiliensi Agrifood, IPB Ajak Akademisi dari 7 Negara Kunjungi Kepulauan Seribu
Belajar Resiliensi Agrifood, IPB Ajak Akademisi dari 7 Negara Kunjungi Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Rehabilitasi Hutan Jadi Pilar Ekonomi Hijau, Wamenhut Buka Pasar RHL 2025
Rehabilitasi Hutan Jadi Pilar Ekonomi Hijau, Wamenhut Buka Pasar RHL 2025
Pemerintah
Kemenhut: Alih Fungsi Lahan Mangrove Dilarang, Silvofishery Jadi Alternatif
Kemenhut: Alih Fungsi Lahan Mangrove Dilarang, Silvofishery Jadi Alternatif
Pemerintah
Studi Ungkap, Perubahan Iklim Buka Jalan bagi Timbulnya Pandemi Zoonosis
Studi Ungkap, Perubahan Iklim Buka Jalan bagi Timbulnya Pandemi Zoonosis
Pemerintah
Limbah Nuklir Berpotensi Jadi Sumber Bahan Bakar Reaktor Masa Depan
Limbah Nuklir Berpotensi Jadi Sumber Bahan Bakar Reaktor Masa Depan
Pemerintah
Pemprov Jabar Didesak Operasionalkan TPA Lulut Nambo Usai Mangkrak 10 Tahun
Pemprov Jabar Didesak Operasionalkan TPA Lulut Nambo Usai Mangkrak 10 Tahun
Pemerintah
BRIN: Indonesia Bakal Jadi Negara Maju jika Bijak Manfaatkan Biodiversitas
BRIN: Indonesia Bakal Jadi Negara Maju jika Bijak Manfaatkan Biodiversitas
Pemerintah
Pendaftaran Lestari Summit 2025 Dibuka, Begini Cara Daftarnya
Pendaftaran Lestari Summit 2025 Dibuka, Begini Cara Daftarnya
Swasta
Dorong Produk Hasil Hutan Bukan Kayu, Kemenhut Gelar Pasar Rehabilitasi Hutan
Dorong Produk Hasil Hutan Bukan Kayu, Kemenhut Gelar Pasar Rehabilitasi Hutan
Pemerintah
Filipina akan Terapkan Kebijakan Kredit Karbon, Targetkan Sektor Energi
Filipina akan Terapkan Kebijakan Kredit Karbon, Targetkan Sektor Energi
Pemerintah
Cegah Hujan dan Banjir Rob, BPBD DKI Gelar Operasi Modifikasi Cuaca
Cegah Hujan dan Banjir Rob, BPBD DKI Gelar Operasi Modifikasi Cuaca
Pemerintah
Polemik KJA di Pangandaran, Pemprov Jabar Tunggu Keputusan KKP
Polemik KJA di Pangandaran, Pemprov Jabar Tunggu Keputusan KKP
Pemerintah
Dari Pesut ke Badak, Bappenas Tekankan Nilai Ekonomi Biodiversitas
Dari Pesut ke Badak, Bappenas Tekankan Nilai Ekonomi Biodiversitas
Pemerintah
Bayi Orangutan Lahir di Taman Nasional Kalimantan Barat, Dinamai Julia
Bayi Orangutan Lahir di Taman Nasional Kalimantan Barat, Dinamai Julia
Pemerintah
Bappenas: Keanekaragaman Hayati di Sumatera Terancam Perkebunan, Sulawesi oleh Tambang
Bappenas: Keanekaragaman Hayati di Sumatera Terancam Perkebunan, Sulawesi oleh Tambang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau