KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) menilai banjir bandang di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara tak lepas dari masifnya aktivitas penambangan di sana, terutama nikel.
Pada awal tahun ini, Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia, Morowali Utara dilanda banjir bandang yang menelan korban jiwa.
Akhir tahun lalu, Desa Labota di Kecamatan Bahodopi, Morowali juga diterpa banjir bandang yang bercampur dengan lumpur.
Baca juga: 2024 Jadi Tahun Bencana akibat Krisis Iklim, Banjir Bandang hingga Kebakaran Hutan
Menurut analisis Walhi Sulteng, di Morowali terdapat 53 izin usaha penambangan (IUP) dengan total luas area konsesi mencapai 118.139 hektare.
Sedangkan di Morowali Utara, masih menurut Walhi Sulteng, jumlah IUP tercatat ada 38 izin dengan total area konsesi 69.156 hektare.
Pengampanye Walhi Sulteng Wandi mengatakan, kegiatan pertambangan tersebut memicu kerusakan alam dan rawan menimbulkan bencana sepeti banjir bandang dan tanah longsor.
Wandi menuturkan, sebelum ada aktivitas penambangan yang masif di wilayah tersebut, kejadian banjir bandang hampir tidak pernah ada.
Baca juga: Hutan Bakau Hemat Penanganan Banjir Global 855 Miliar Dollar AS
Kini, setiap musim penghujan tiba, Wandi menuturkan masyarakat menjadi khawatir dan memikirkan untuk mencari tempat berlindung.
"Yang menjadi ketakutan masyarakat adalah ketika musim penghujan, pasti mereka waswas akan ada banjir, akan ada material longsor," kata Wandi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/1/2025).
Wandi menambahkan, apabila ada semakin banyak area yang dibuka untuk penambangan, maka dikhawatirkan akan ada lebih banyak bahaya yang mengintai.
Dia pun mendesak agar pemerintah berhenti menerbitkan izin penambangan di tahun-tahun akan mendatang.
Baca juga: Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai
Wandi menilai, kerusakan alam yang diakibatkan dari aktivitas tersebut beserta dampaknya terhadap warga tidak sebanding dengan dampak yang diberikan dari kegiatan ekstraktivisme di sana.
Dia juga mendesak pemerintah agar mengevaluasi seluruh izin-izin tambang yang sedang beroperasi maupun yang masih dalam proses perizinan.
"Selain itu, segera melakukan ketegasan untuk memberikan sanksi dan menyampaikannya kepada publik," ujar Wandi.
Dia berujar, tambang-tambang yang beroperasi saat ini harus dievaluasi untuk mengukur seberapa jauh penerapan tata kelola pertambangan yang baik.
Baca juga: Walhi: Banjir di Halmahera Tengah Akibat Kerusakan Bentang Alam
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya