Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karbon Dioksida yang Lepas ke Atmosfer Meningkat Sepanjang 2024

Kompas.com - 28/01/2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Layanan cuaca dan iklim Inggris, The Meteorogical Office, melaporkan, emisi karbon dioksida yang lepas ke atmosfer selama 2024 meningkat sangat cepat.

Peningkatan salah satu gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global dan perubahan iklim tersebut bertentangan dengan upaya dunia mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius berdasarkan Perjanjian Paris.

Menurut pengukuran yang dilakukan di Mauna Loa, Hawaii, kenaikan karbon dioksida di atmosfer adalah 3,58 parts per million (ppm), melampaui prediksi The Meteorogical Office sebelumnya yakni 2,84 ppm.

Baca juga: Diremehkan, Biochar Ternyata Cukup Ampuh Serap Emisi Karbon

Padahal, jika dunia ingin mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius, maka pelepasan emisi karbon dioksida ke atmosfer harusnya tidak lebih dari 1,8 ppm per tahun.

Data dari pengukuran juga menunjukkan, peningkatan emisi karbon dioksida di atmosfer terjadi di hampir semua belahan Bumi.

Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan tingginya pelepasan emisi karbon dioksida ke atmosfer sepanjang 2024.

Pertama, tingginya konsumsi bahan bakar fosil. Kedua, luasnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi. Ketiga, melemahnya penyerapan emisi dari hutan dan alam akibat kerusakan ekosistem dan karhutla.

Baca juga: Pelancong Mau Bayar Lebih untuk Penerbangan Rendah Emisi

Faktor El Nino juga memiliki pengaruh terhadap berbagai kondisi cuaca panas yang memperparah kebakaran.

Lepasnya karbon dioksida dan GRK lainnya di atmosfer dengan jumlah yang besar kini membuat pemanasan global semakin mengkhawatirkan.

Profesor Richard Betts dari The Meteorogical Office mengatakan, tren meningkatnya suhu Bumi kemungkinan besar akan berlangsung dalam jangka panjang.

"Tren pemanasan jangka panjang akan terus berlanjut karena karbon dioksida masih menumpuk di atmosfer," kata Betts dikutip dari siaran pers, Jumat (17/1/2025).

Baca juga: Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Di sisi lain, dia memprediksi 2025 akan menjadi lebih dingin dibandingkan 2024 karena fenomena La Nina.

Kondisi La Nina diperkirakan akan menyebabkan hutan dan ekosistem lain menyerap lebih banyak karbon daripada tahun lalu.

Fenomena tersebut dapat memperlambat kenaikan karbon dioksida ke atmosfer untuk sementara. 

"Namun, untuk menghentikan pemanasan global, penumpukan GRK di udara harus benar-benar dihentikan dan kemudian mulai berkurang," tutur Betts. 

Baca juga: Turunkan Emisi, PLN Rencanakan Pasang CCS di 4 Pembangkit Listrik

Tahun terpanas

Diberitakan sebelumnya, 2024 secara resmi dinyatakan sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan menurut layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S).

Untuk kali pertama juga, suhu rata-rata 2024 telah naik 1,5 derajat celsius bila dibandingkan pada masa pra-industri pada tahun 1850-an.

1,5 derajat celsius merupakan ambang batas yang telah disepakati dunia internasional dalam Perjanjian Paris pada 2015.

Suhu rata-rata sepanjang 2024 menurut analisis data satelit C3S adalah 15,10 derajat celsius. Suhu tersebut lebih tinggi 0,72 derajat celsius di atas rata-rata periode 1991-2020.

Baca juga: Pedoman Penurunan Emisi Cakupan 3 Baru untuk Industri Kimia Dirilis

Selain itu, suhu rata-rata 2024 mengalahkan rekor tahun terpanas sebelumnya yang telah dipecahkan pada 2023.

Direktur C3S Carlo Buontempo mengatakan, kenaikan suhu global yang melampaui ambang batas yang telah ditetapkan tak lepas dari ulah manusia sendiri.

Dia menuturkan, perubahan iklim akibat ulah manusia merupakan faktor utama kenaikan suhu yang telah terjadi.

"Masa depan ada di tangan kita. Tindakan yang cepat dan tegas masih dapat mengubah lintasan iklim masa depan kita," kata Buontempo, dikutip dari siaran pers, Jumat (10/1/2025).

Sementara itu, Organisasi Meteorologi Dunia atau WMO pada Jumat (10/1/2025) juga mengonfirmasi bahwa 2024 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.

Berdasarkan enam kumpulan data internasional independen, rata-rata suhu permukaan global adalah 1,55 derajat celsius di atas masa pra-industri pada 1850-1900.

Baca juga: Produksi Listrik dari PLTU China Naik, Ekspektasi Puncak Emisi Jadi Lemah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau