Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB: Penarikan Diri AS dari Kesepakatan Paris mulai 27 Januari 2026

Kompas.com - 29/01/2025, 08:50 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan, penarikan diri Amerika Serikat dari Kesepakatan Paris akan efektif mulai 27 Januari 2026, setahun dari sekarang.

PBB mengumumkan hal tersebut setelah Sekretaris Jenderal Antonio Gutteres menerima surat resmi dari Washington pada Selasa (29/1/2025), seperti diwartakan Reuters.

Penarikan diri AS terjadi menyusul masuknya Donald Trump ke Gedung Putih sebagai presiden baru menggantikan Joe Biden pada 20 Januari 2025.

Keputusan AS mengundang kontroversi, walaupun tidak mengejutkan, karena Trump sejak masa kampanye sudah menunjukkan pandangan anti-iklimnya.

Dalam kampanye, Trump menyatakan dukungannya pada eksplorasi untuk bahan bakar fosil lewat tagline "Drill, baby drill".

Trump juga membuat pernyataan konspirasi dengan mengatakan "konsep perubahan iklim dibuat oleh dan untuk China agar sektor manufaktur Amerika Serikat tidak kompetitif".

Dia juga mengungkapkan bahwa Kesepakatan Paris yang mengajak negara-negara untuk mencegah kenaikan suhu Bumi di bawah 1,5 derajat celsius mengancam AS, merugikan secara finansial.

Baca juga: AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

Menyayangkan sekaligus waswas

Sejumlah pihak menyayangkan keputusan AS. Menteri Lingkungan Hidup Brasil, Marina Silva, mengatakan, keputusan itu bertentangan dengan upaya transisi energi dan iklim.

Lewat Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Mao Ning, China mengatakan bahwa walaupun AS bisa menarik diri, tak ada negara yang imun dari dampak iklim.

Penarikan diri AS membuat sejumlah pihak waswas sebab AS penting dalam mobilisasi dana untuk iklim.

Pejuang iklim Kenya, Ali Mohammed, mengatakan, "Kepemimpinan AS penting untuk mobilisasi dana iklim, transisi energi bersih, dan implementasi setara tujuan iklim global."

Di Indonesia, AS penting dalam program Just Energy Transistion Partnership (JETP), di mana negara tersebut memberikan pendanaan sebesar Rp 16 triliun.

Managing Director Energy Shift, Putra Adhiguna, mengungkapkan, keluarnya AS bisa membuat transisi keberlanjutan di Asia Tenggara menjadi lebih minim tekanan.

"Jika AS juga mundur dari JETP maka pemain baru seperti Uni Eropa dibutuhkan dalam kerja sama tersebut," katanya.

"Peran China akan semakin meningkat dengan 30 persen dari investasi pembangkitan energi diarahkan ke Asia Tenggara, mayoritas untuk batu bara dan hidro," imbuhnya.

Baca juga: Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Hartawan Michael Bloomberg Rogoh Kocek untuk Badan Iklim PBB

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau