Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maraknya Tambang Timah Ilegal Picu Konflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung

Kompas.com - 04/03/2025, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Lembaga Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Alobi menyebutkan, tambang bijih timah ilegal yang marak di Bangka Belitung memicu konflik antara buaya dengan manusia di daerah itu.

Di Pangkalpinang, Manager PPS Alobi Air Jangkang Endy R Yusuf mengatakan, kehadiran tambang timah ilegal tak hanya merusak lingkungan.

"Tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup satwa endemik dan memicu terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar khususnya buaya," kata Endy sebagaimana dilansir Antara, Senin (3/3/2025).

Baca juga: Buron Penambang Pasir Timah Ilegal di Belitung Timur Ditangkap, Rusak Mangrove

Ia menjelaskan, penambangan bijih timah ilegal ini beroperasi tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan. Perambahan hutan hingga pengerukan sungai menyebabkan degradasi habitat alami satwa liar.

Bahkan hutan mangrove dan kawasan pesisir yang menjadi tempat hidup dan berkembang biak buaya muara semakin menyusut.

Situasi tersebut memaksa satwa ini keluar mencari habitat baru yang sering kali berujung pada interaksi dengan manusia.

"Konflik antara buaya dan manusia yang sering terjadi di Bangka Belitung bahkan merenggut korban, belasan kasus tercatat pada tahun lalu," ujar Endy.

Selain buaya, spesies lain seperti tarsius juga terdampak. Hilangnya tutupan vegetasi mengurangi sumber makanan dan tempat berlindung, mengganggu rantai makanan, dan merusak keseimbangan ekosistem yang sudah terbentuk secara alami.

Baca juga: Walhi Babel Desak Pemerintah Cabut Izin Tambang Timah di Batu Beriga

"Ekosistem satwa terganggu karena masifnya aktivitas tambang timah ilegal, tidak heran jika hewan-hewan endemik Bangka Belitung terganggu dan terpaksa mencari habitat baru yang kadang bersamaan dengan lokasi aktivitas manusia," tutur Endy.

Menurut dia, perubahan ini menciptakan ancaman keselamatan bagi masyarakat sekaligus menempatkan buaya dalam risiko pembunuhan akibat tindakan defensif warga.

"Ekosistem yang terganggu akibat tambang ilegal menyebabkan satwa-satwa ini mencari habitat baru. Habitat baru inilah yang kadang bersinggungan dengan tempat manusia, sering orang bilang, 'dulu di situ enggak ada buaya tapi sekarang ada buaya'. Ini karena habitatnya terganggu," ujarnya.

Ia menyatakan konflik ini menjadi bukti nyata bahwa rusaknya habitat alami mendorong satwa liar semakin dekat dengan manusia. 

Alobi sering menyelamatkan buaya yang ditangkap warga untuk dibawa ke PPS Alobi Air Jangkang.

Baca juga: Kerugian Kerusakan Lingkungan Rp 271 Triliun dari Kasus Korupsi Timah

"Hanya saja belum ada jalan keluar atas persoalan ini, mereka juga terbatas tempat untuk menampung para buaya. Padahal buaya merupakan salah satu satwa yang dilindungi," ujar Endy.

Ia menyebutkan, Bangka Belitung memang masih membutuhkan sektor pertambangan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Namun, pertambangan harus dilakukan dengan pemulihan lahan dan mereklamasi lahan bekas tambang.

"Pertambangan harus dilakukan dengan berwawasan lingkungan, melakukan konservasi, dan juga menjalankan fungsi reklamasi sehingga ekosistem bisa tetap terjaga," jelas Endy.

Ia menambahkan, diperlukan sinergi antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat. Penegakan hukum terhadap tambang ilegal juga harus diperketat, disertai program rehabilitasi lahan dan restorasi ekosistem sungai.

"Upaya konservasi satwa liar juga perlu ditingkatkan, misalnya dengan mendirikan kawasan konservasi baru dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam," ucap Endy.

Baca juga: Program Timah Mengajar Jadi Kontribusi MIND ID Tingkatkan Kualitas Pendidikan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

LSM/Figur
Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Pemerintah
MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

BUMN
Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Swasta
Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

LSM/Figur
Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Pemerintah
Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

LSM/Figur
KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

Pemerintah
75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

LSM/Figur
Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemerintah
KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

Swasta
Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Pemerintah
Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

LSM/Figur
Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

LSM/Figur
Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau