KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah di Pantai Batu Panjang, Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar.
Direktur Eksekutif Walhi Kepulauan Babel Ahmad Subhan Hafiz mengatakan, rencana penambangan timah di laut sudah ditolak masyarakat pesisir sedari semula.
Pasalnya, laut merupakan harapan masyarakat di Kepulauan Babel di tengah kerusakan ekosistem yang terus terjadi.
Baca juga: Kerugian Kerusakan Lingkungan Rp 271 Triliun dari Kasus Korupsi Timah
"Selama ratusan tahun wilayah pesisir dan laut dimanfaatkan secara arif dan lestari. Praktik penghormatan terhadap laut juga tercermin dari ritual sedekah laot di Batu Beriga," kata Hafiz dalam keterangannya, Minggu (12/5/2024).
Dia menambahkan, perairan Batu Beriga juga merupakan ekosistem penting bagi terumbu karang serta mamalia laut yang dilindungi seperti dugong dan lumba-lumba, yang memiliki nilai konservasi tinggi.
Bentang alam pesisir laut juga merupakan wilayah tangkap nelayan tradisional. Lebih dari 80 persen masyarakat Desa Batu Beriga bergantung dari hasil laut.
Di sisi lain, kawasan tersebut tercemah oleh aktivitas penambangan timah. Hafiz menjelaskan, kandungan logam berat limbah cair akibat kegiatan penambangan timah sudah berada di atas baku mutu lingkungan.
Dia menambahkan, kondisi tersebut diperparah dengan praktik pembuangan limbah tambang timah secara langsung atau berada di atas permukaan laut.
Baca juga: Ada Potensi Racun di Lubang Tambang Timah, Polisi Minta Akademisi Meneliti
Selain itu, penambangan timah lepas pantai dinilai memberi pengaruh besar terhadap kerusakan terumbu karang serta ekosistem laut di Babel secara keseluruhan.
Jika merujuk data 2015 lalu, luasan terumbu karang di Babel mencapai 82.259,84 hektare. Beberapa tahun kemudian, analisis citra satelit 2017 menunjukkan ekosistem terumbu karang hidup tinggal seluas 12.474,54 hektare dengan luas karang mati sekitar 5.270,31 hektare.
"Artinya, dalam kurun waktu dua tahun, terumbu karang di Babel berkurang sekitar 64.514,99 hektar," terang Hafiz.
Hafiz juga menyinggung korupsi sektor pertambangan timah yang menyebabkan kerugian negara Rp 271 triliun akibat kerusakan lingkungan di kawasan hutan dan non kawasan hutan.
Dia menambahkan, kerugian lingkungan tersebut merupakan bukti kegagalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Provinsi Kepulauan Babel.
Baca juga: Ada Dugaan Korupsi di Lahan Timah Negara, Kejagung Sita Dokumen Smelter Swasta
Selain menimbulkan kerusakan lingkungan, Walhi Kepulauan Babel juga menyebutkan aktvitas penambangan juga terus memakan korban.
Berdasarkan data yang dihimpn Walhi Kepulauan Babel, sepanjang 2021-2024, ada 31 orang meninggal dunia akibat kecelakaan tambang, dan 22 orang mengalami luka-luka.
Hafiz menegaskan pentingnya mengevaluasi seluruh perizinan pertambangan timah dengan mengeluarkan kebijakan moratorium tambang.
Selain itu, transformasi tata ruang yang berkeadilan dan berkelanjutan harus menjadi agenda utama sebagai upaya pemulihan lingkungan di Kepulauan Babel.
Baca juga: Giliran Bareskrim Polri Soroti Produksi Timah Ilegal
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya