KOMPAS.com - Salah satu dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh banyak warga dunia adalah bencana hidrometeorologi.
Banjir, misalnya. Dampaknya tak main-main. Banjir mengancam nyawa manusia, merusak properti, melumpuhkan infrastruktur serta bisnis.
Namun bagaimana sebenarnya perubahan iklim bisa memengaruhi peningkatan potensi banjir?
Mengutip Greenly, Rabu (5/3/2025), perubahan iklim memengaruhi sistem cuaca dan lingkungan dalam berbagai cara yang berbeda. Tidak ada sistem cuaca yang tidak terpengaruh dengan meningkatnya suhu global.
Udara menahan 7 persen lebih banyak uap air untuk setiap kenaikan suhu sebesar 1 derajat Celsius. Semakin tinggi kenaikan suhu, semakin banyak uap air.
Baca juga: Perubahan Iklim Picu Kematian Pohon di Perkotaan, Kita Terancam Makin Kegerahan
Uap air yang jenuh lantas menjadi hujan. Semakin banyak modal uap air di atmosfer, semakin lebat pula hujan yang mungkin terjadi.
Beberapa ilmuwan memperkirakan, kita dapat mengalami tiga kali lipat rata-rata curah hujan yang lebih banyak pada akhir abad ini.
Meningkatnya intensitas curah hujan dan curah hujan berkepanjangan dapat menjenuhkan tanah dan menyebabkan peningkatan volume air di sungai serta anak sungai, yang berarti banjir lebih mungkin terjadi.
Data juga menunjukkan bahwa perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan badai topan dan siklon.
Di cekungan Atlantik, misalnya, diperkirakan terjadi peningkatan sebanyak 80 persen badai kategori 4 dan 5 pada akhir abad ini.
Badai juga disebut akan lebih basah dengan curah hujan yang lebih lebat. Badai yang lebih sering terjadi dengan curah hujan yang lebih tinggi akan mengakibatkan lebih seringnya kejadian banjir besar.
Perubahan sistem cuaca ini makin diperparah dengan adanya deforestasi atau penebangan pohon untuk mengubah hutan menjadi penggunaan non-hutan.
Pembersihan lahan dari pohon dan tumbuhan mengurangi volume air yang dapat diserap dan ditahan oleh tanah. Pada gilirannya, hal itu menyebabkan peningkatan air tanah, limpasan permukaan, dan peningkatan aliran air ke sungai dan anak sungai.
Baca juga: 3 Situs Warisan Dunia di Indonesia Terancam Perubahan Iklim, Ini Daftarnya
Selain itu, urbanisasi turut berperan dalam meningkatnya frekuensi banjir. Pembangunan struktur seperti jalan, trotoar, dan gedung membuat tanah diganti dengan material kedap air seperti aspal dan beton.
Ini berarti tanah tidak mampu menyerap kelebihan air yang meningkatkan risiko limpasan permukaan berlebih dan membuat area tersebut lebih rentan terhadap banjir.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya