Stakeholder Relation Manager AQUA Klaten Rama Zakaria menekankan pentingnya pengelolaan air terpadu.
Baca juga: Sekolah Lapang Pertanian Dorong Petani sebagai Garda Depan Konservasi Air
"Pengelolaan sumber daya air harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu hingga hilir, termasuk dengan menjaga ekosistem di kawasan Merapi melalui program konservasi anggrek ini," katanya.
Rama yang juga merupakan salah satu pengurus Pusur Institute menerangkan, institusi ini punya peran sebagai "dirigen" yang mengharmonisasikan berbagai kepentingan untuk menjaga ekosistem Sub DAS Pusur.
Dengan pendekatan pentaheliks, institut tersebut melibatkan pemerintah, masyarakat, akademisi, sektor swasta, dan media dalam setiap kegiatan konservasi.
Salah satu inovasi dalam program konservasi, termasuk anggrek, adalah skema pembayaran jasa lingkungan (PJL).
Baca juga: Ubah Sampah Jadi Berkah, Kisah Bank Sampah Semutharjo Selamatkan Sungai Pusur
Lewat skema tersebut, masyarakat di hulu yang menjaga lingkungan mendapatkan insentif dari pengguna jasa lingkungan di hilir, termasuk sektor swasta seperti pabrik air minum, pengelola wisata, dan masyarakat umum.
Insentif dapat berupa reward natural ataupun finansial, bergantung pada kontribusi konservasi yang dilakukan masyarakat hulu. Hal ini menciptakan kesepahaman dan kesepakatan sukarela di antara para pihak.
“Insentif diberikan secara adil berdasarkan kontribusi konservasi masyarakat hulu. Evaluasi ini menggunakan sistem skor dan indikator yang mencakup praktik pertanian ramah lingkungan, pola tanam, serta aktivitas konservasi lainnya," terang Rama.
Menariknya, konservasi anggrek di Dukuh Gumuk tidak hanya sekadar menjaga kelestarian flora endemik Merapi, tetapi juga membuka kesempatan bagi pengunjung untuk terlibat langsung melalui program adopsi anggrek.
Baca juga: Menjaga Kemurnian Sumber Air Jadi Investasi untuk Masa Depan
Wisatawan dapat memilih anggrek yang ingin diadopsi dari koleksi yang tersedia di greenhouse, termasuk spesies langka seperti Vanda tricolor.
Ada dua pilihan lokasi adopsi yang disediakan, yaitu di kebun warga atau di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Namun, untuk menuju taman nasional tersebut, diperlukan reservasi sekitar 10-15 hari sebelumnya untuk mengurus perizinan.
Biaya adopsi anggrek ini berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per batang, tergantung pada jenisnya.
Setelah proses adopsi, anggrek tidak dibawa pulang oleh pengadopsi, tapi ditempatkan kembali di habitat aslinya di hutan Merapi.
Dengan demikian, pengadopsi berkontribusi langsung dalam upaya konservasi tanpa harus memiliki fisik tanamannya.
Pengelola program juga akan secara rutin memantau perkembangan anggrek tersebut dan memberikan laporan berkala kepada pengadopsi mengenai kondisi dan pertumbuhannya.
Hingga kini, sudah ada enam orang yang tercatat mengadopsi anggrek di lereng Merapi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya