Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2025, 15:33 WIB
Sri Noviyanti,
Hotria Mariana,
Aditya Mulyawan

Tim Redaksi

KLATEN, KOMPAS.com – Pagi itu, Kamis (20/2/2025), mentari perlahan menyelinap di antara rimbunan pohon di Taman Kehati AQUA Klaten, Jawa Tengah. Udara masih sejuk, sesekali terdengar kicauan burung dari dahan-dahan tinggi. Di kejauhan, suara gemericik air Sungai Pusur terdengar lembut. Air ini mengalir pelan membelah kawasan hijau seluas 4,6 hektare ini.

Lebih dari sekadar ruang hijau biasa, Taman Kehati AQUA Klaten merupakan inisiasi PT Tirta Investama (AQUA) sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam pelestarian lingkungan dan konservasi alam dan sumber daya air.

Sebagai kawasan konservasi, taman ini berperan penting dalam melindungi keanekaragaman hayati, menjaga keseimbangan ekosistem Sungai Pusur, serta menjadi pusat edukasi bagi masyarakat.

“Kami ingin taman ini menjadi perpustakaan hidup, tempat siapa saja bisa belajar tentang ekologi dan konservasi air,” ujar Stakeholder Relation Manager AQUA Klaten Rama Zakaria.

Memasuki kawasan Taman Kehati, tim Kompas.com melewati jalur setapak berbatu. Di kanan-kirinya berdiri berbagai tanaman dengan berbagai ukuran serta beberapa gazebo yang bisa digunakan sebagai tempat bersantai. Namun, ada satu hal menarik yang membuat taman ini berbeda dari kawasan hijau pada umumnya.

Baca juga: IPB dan Danone Indonesia Resmikan Taman Kehati Telaga Inspirasi Bogor

Setiap pohon di taman ini memiliki tutup galon AQUA bekas yang digantung di batangnya lengkap dengan kode batang (barcode) di bagian belakangnya.

Kode tersebut bukan sekadar hiasan. Saat dipindai menggunakan ponsel, akan muncul informasi rinci tentang pohon tersebut, mulai dari nama ilmiah, ukuran, hingga estimasi stok karbon yang diserapnya.

Stakeholder Relation Manager AQUA Klaten Rama Zakaria menuturkan, sistem barcode itu dibuat agar setiap pohon memiliki identitas taksonomi yang bisa diakses dengan mudah. Dengan begitu, pengunjung tidak hanya melihat keberagaman vegetasi taman, tetapi juga bisa memahami peran ekologis setiap spesies.

"Pohon-pohon ini kami data dan hitung setiap tahun. Identitasnya diberikan menggunakan bekas tutup galon yang digantung di batangnya. Saat barcode-nya dipindai, akan muncul informasi taksonomi tentang pohon tersebut," tutur Rama.

Baca juga: Cerita Sukses Desa Mundu Klaten yang Berhasil Ubah Limbah Jadi Berkah

Salah satu pohon yang diuji coba oleh tim Kompas.com adalah mangga hutan (Mangifera indica). Dari hasil pemindaian, diketahui bahwa pohon ini memiliki diameter 84 cm dan tinggi mencapai 15 meter. Kemampuannya dalam menyerap karbon pun tidak main-main, yakni diperkirakan mencapai 4,2 ton karbon.

Ketua Koordinator Pengelola Taman Kehati Nanda Satya Nugraha menuturkan, terdapat lebih dari 200 spesies tanaman tumbuh subur di taman ini. Beberapa di antaranya adalah pohon khas tepian sungai, seperti beringin, ficus, dan tanaman penyerap air lainnya.

Vegetasi riparian ini berperan besar dalam mencegah erosi, menyerap karbon, dan menyaring air sebelum masuk ke Sungai Pusur. Keberadaannya sangat penting untuk menjaga kualitas air dan keseimbangan ekosistem,” jelas Nanda.

Selain itu, taman tersebut juga memiliki koleksi tanaman khas Kerajaan Jawa, termasuk gaharu dan cendana. Tidak ada penanda untuk tanaman ini. Menurut Nanda, hal tersebut dilakukan untuk menjaga tanaman dari risiko pencurian.

Baca juga: Menjaga Anggrek, Menjaga Air

Sementara untuk fauna, Nanda menyebutkan, kerap ditemukan burung hantu serak Jawa (Tyto alba) bertengger di dahan pepohonan. Satwa ini menjadi bagian penting dalam rantai ekologi taman dan berperan sebagai pengendali populasi tikus di area pertanian sekitar.

“Burung hantu ini (menjadi) indikator ekosistem yang sehat. Jika mereka berkembang biak di taman ini, berarti habitat mereka masih layak dan rantai makanan tetap berjalan dengan baik," ujar Nanda.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang


Terkini Lainnya

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

LSM/Figur
Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Pemerintah
Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Pemerintah
China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau