Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paling Berpolusi, Industri Fast Fashion Picu Krisis Sampah Global

Kompas.com - 03/04/2025, 20:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Industri fast fashion semakin mempercepat Bumi menuju bencana lingkungan yang merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB António Guterres ketika berbicara di acara peringatan Hari Sampah Internasional, 30 Maret 2025 lalu.

Ia pun menyerukan perlunya tindakan segera untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh industri pakaian.

Fast fashion atau mode cepat sendiri merupakan model bisnis di industri pakaian yang menekankan pada produksi pakaian murah dengan tren yang cepat berubah.

Hal tersebut membuat pakaian sering dibuang setelah dipakai beberapa kali.

Baca juga: Teknologi Daur Ulang Tekstil, Solusi Masa Depan untuk Limbah Industri Fashion

Di sisi lain industri mode merupakan salah satu sektor paling berpolusi di dunia. Industri tersebut bertanggung jawab hingga delapan persen emisi gas rumah kaca global.

Selain itu, seperti dilansir dari laman resmi United Nations, Kamis (27/3/2025), industri fashion mengonsumsi air dalam jumlah besar, sekitar 215 triliun liter per tahun.

Industri juga bergantung pada ribuan bahan kimia yang banyak di antaranya berbahaya bagi kesehatan manusia dan ekosistem.

Dengan adanya fast fashion yang mengutamakan kecepatan daripada keberlanjutan, pakaian yang diproduksi pun dibuang pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Guterres mengungkapkan pakaian setara dengan satu truk sampah dibakar atau dikirim ke tempat pembuangan sampah setiap detik.

"Krisis limbah mode hanya gejala dari masalah global yang jauh lebih besar," ungkapnya.

Memperpanjang umur pakaian pun menjadi salah solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga sebanyak 44 persen.

Baca juga: Harus Segmented, Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Akan tetapi jika kelola dengan baik, limbah fashion sebenarnya juga bisa menjadi peluang mengubah kehidupan dan mata pencaharian menjadi lebih baik.

"Perancang baju mulai menggunakan bahan daur ulang, pembeli juga sudah mulai peduli dengan produk yang ramah lingkungan, dan pasar penjualan baju bekas juga semakin ramai," kata Guterres.

Untuk mewujudkan industri fashion yang berkelanjutan, Guterres pun mengatakan pemerintah harus memberlakukan kebijakan dan peraturan yang mempromosikan keberlanjutan serta inisiatif tanpa limbah.

Bisnis juga harus mengambil langkah nyata untuk mengurangi limbah, meningkatkan sirkularitas, dan meningkatkan efisiensi sumber daya di seluruh rantai pasokan.

Sedangkan konsumen, dapat memainkan peran penting dengan membuat pilihan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, memilih produk yang tahan lama, mengurangi konsumsi berlebih dan mendukung Pasar Penjualan Kembali yang memperpanjang umur pakaian.

"Mari kita berkomitmen untuk melakukan bagian kita dan membangun dunia yang lebih sehat serta berkelanjutan bagi semua," ungkap Guterres.

Baca juga: UNESCO Minta Prioritaskan Nutrisi dalam Program Makanan Sekolah

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Trump Teken Perintah Eksekutif Blokade Aturan Iklim di Negara Bagian

Trump Teken Perintah Eksekutif Blokade Aturan Iklim di Negara Bagian

Pemerintah
Volume Sampah Jakarta Turun hingga 80 Persen Selama Lebaran

Volume Sampah Jakarta Turun hingga 80 Persen Selama Lebaran

Pemerintah
RUPTL 2025–2034 Ditarget Rampung Bulan Ini, Bahlil: Cari Titik Tengah Emisi dan Kemampuan RI

RUPTL 2025–2034 Ditarget Rampung Bulan Ini, Bahlil: Cari Titik Tengah Emisi dan Kemampuan RI

Pemerintah
Timbunan Sampah Pembalut Muncul di Karawang, DLHK Minta Keterangan Perusahaan

Timbunan Sampah Pembalut Muncul di Karawang, DLHK Minta Keterangan Perusahaan

Pemerintah
Pengusaha Sawit Kesulitan Ekspor karena Kebijakan Biodiesel B40, Kok Bisa?

Pengusaha Sawit Kesulitan Ekspor karena Kebijakan Biodiesel B40, Kok Bisa?

LSM/Figur
Jangan Remehkan, Pohon Mati Masih Efektif Simpan Karbon

Jangan Remehkan, Pohon Mati Masih Efektif Simpan Karbon

Pemerintah
Alat AI diluncurkan untuk menandai risiko greenwashing di perusahaan

Alat AI diluncurkan untuk menandai risiko greenwashing di perusahaan

Pemerintah
Ilmuwan 'Hidupkan' Serigala Purba 'Dire Wolf' yang Punah 10.000 Tahun Lalu

Ilmuwan "Hidupkan" Serigala Purba "Dire Wolf" yang Punah 10.000 Tahun Lalu

LSM/Figur
Ditambang Secara Ilegal, Kerusakan Hutan Pendidikan Unmul Capai 3,6 Hektare

Ditambang Secara Ilegal, Kerusakan Hutan Pendidikan Unmul Capai 3,6 Hektare

Pemerintah
Pemerintah AS Izinkan Perusahaan Ini Simpan CO2 di Sumur Bawah Tanah

Pemerintah AS Izinkan Perusahaan Ini Simpan CO2 di Sumur Bawah Tanah

Swasta
Harga Listrik di Asia Makin Dipengaruhi Energi Terbarukan

Harga Listrik di Asia Makin Dipengaruhi Energi Terbarukan

LSM/Figur
Eropa Alami Bulan Maret Terpanas Sepanjang Sejarah

Eropa Alami Bulan Maret Terpanas Sepanjang Sejarah

LSM/Figur
Pemerintah Genjot Ekspor Perikanan ke Korea

Pemerintah Genjot Ekspor Perikanan ke Korea

Pemerintah
Bagaimana Platform Digital Bantu Perusahaan Pangkas Emisi Scope 3?

Bagaimana Platform Digital Bantu Perusahaan Pangkas Emisi Scope 3?

Swasta
Schneider Sediakan 50.000 Data untuk Bantu Profesional Kembangkan Konstruksi Hijau

Schneider Sediakan 50.000 Data untuk Bantu Profesional Kembangkan Konstruksi Hijau

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau