Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri “Fast Fashion” Hasilkan Limbah Tekstil Tak Terkelola 92 Juta Ton Per Tahun

Kompas.com, 11 April 2025, 07:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Industri mode dunia tidak hanya menghasilkan sejumlah besar emisi karbon dioksida tetapi juga memproduksi tumpukan limbah tekstil yang semakin sulit dikelola.

Limbah yang berupa serat tekstil, sisa potongan, dan bagian-bagian yang dipotong itu jumlahnya bisa mencapai lebih dari 92 juta ton per tahun.

Hal tersebut menimbulkan tantangan global karena produksi tekstil dunia telah berlipat ganda dalam dua dekade terakhir sehingga potensi peningkatan limbah bakal terjadi jika tidak ada perubahan signifikan dalam cara produksi dan konsumsi tekstil.

Daur ulang limbah tekstil sebenarnya adalah solusi yang menjanjikan untuk mengurangi penggunaan sumber daya dan melindungi lingkungan dari dampak industri fashion.

Sayangnya, infrastruktur dan teknologi daur ulang tekstil secara global belum mampu mengimbangi besarnya volume limbah yang dihasilkan, sehingga potensi daur ulang belum dimanfaatkan secara maksimal.

Mengutip Eco Business, Kamis (10/4/2025) selama ini sebagian besar limbah tekstil dunia dikelola dengan buruk.

Baca juga: Harus Segmented, Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Menurut laporan lembaga pemikir Circle Economy tahun 2024 yang berbasis di Amsterdam, diperkirakan 61 persen limbah tekstil dikubur di pembuangan akhir atau dibakar.

Itu dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia.

Perkiraan ilmiah menunjukkan pula bahwa lebih dari separuh limbah tekstil terbuat dari serat sintetis berbasis bahan bakar fosil seperti poliester yang tidak pernah terurai dan meninggalkan jejak mikroplastik yang dapat merusak tanah.

Solusi cepat lainnya seperti membakar limbah untuk menghasilkan energi mencemari udara dengan partikel dan gas rumah kaca.

Saat ini kurang dari 1 persen limbah tekstil didaur ulang menjadi serat baru di Eropa.

Namun menurut studi tahun 2022 oleh perusahaan konsultan manajemen McKinsey, dengan investasi dan peningkatan teknologi, angka itu bisa ditingkatkan menjadi 70 persen--menjadi peluang besar untuk mengurangi dampak lingkungan industri fashion.

Sebagian besar sisa limbah pakaian yang tidak diolah dikirim dari Eropa ke negara-negara di Asia atau Afrika. Beberapa negara mengubah limbah impor menjadi bisnis yang menguntungkan.

India, misalnya, mengolah 8,5 persen limbah tekstil global di 900 unit daur ulangnya, menurut sebuah studi oleh Fashion for Good, sebuah koalisi bisnis dan nirlaba.

Namun, negara-negara lain seperti Ghana berjuang untuk memproses sebagian kecil limbah yang datang ke negara mereka dan menyumbat badan air serta mencemari pantai mereka.

Daur ulang tekstil sendiri melibatkan pembuatan produk baru dari limbah pakaian seperti potongan kain, bahan yang tidak terpakai, dan pakaian yang dibuang.

Hasilnya dapat berupa serat baru atau produk lain yang bernilai lebih rendah seperti kasur, karpet, atau kain lap.

Baca juga: Solusi Limbah Tekstil, Peneliti Daur Ulang Pakaian Bekas Jadi Kertas

Sebagian besar pendaur ulang secara mekanis memecah potongan kain untuk menghasilkan serat yang cenderung berkualitas lebih rendah daripada serat yang baru dibuat.

Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi yang lebih maju yang dikenal sebagai 'daur ulang kimia' dapat mencabik-cabik kain bekas menjadi molekul untuk menciptakan serat berkualitas tinggi, tetapi teknologi ini masih terlalu mahal, menurut studi terbaru.

Lebih lanjut, industri daur ulang sebagian besar bersifat informal. Hal itu membuat pemerintah dan peritel mode sering kali memiliki pengawasan terbatas terhadap bagaimana limbah tekstil mengalir dari lantai pabrik ke unit pemilahan dan daur ulang dan kembali lagi serta kondisi pekerja di sepanjang rantai ini.

Bagi merek, kondisi informal rantai nilai limbah merupakan penghalang untuk melacak limbah atau mendukung peningkatan kapasitas daur ulang.

Di samping daur ulang, para peneliti menyerukan langkah-langkah pelengkap untuk memangkas jejak lingkungan industri, seperti membuat pakaian yang lebih tahan lama dengan desain yang mudah didaur ulang sambil mempromosikan perbaikan, penjualan kembali, dan penyewaan pakaian bekas.

sumber https://www.eco-business.com/news/how-does-fast-fashion-deal-with-textile-waste/

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Pemerintah
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
BUMN
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Swasta
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
LSM/Figur
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Swasta
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
LSM/Figur
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau