JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebutkan bahwa Bali memiliki PLTS atap berkapasitas 3,3-10,9 gigawatt (GW). Akan tetapi, pemanfataannya kurang dari 1 persen sejak dirilis pada Juli 2023.
Oleh karenanya, Gubernur Bali, I Wayan Koster, meluncurkan program Percepatan Pemanfaatan PLTS Atap untuk mencapai Bali Mandiri Energi.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawa, menjelaskan percepatan tersebut akan berkontribusi pada peningkatan bauran energi terbarukan di Bali.
“Jika percepatan pemanfaatan PLTS atap dilakukan secara masif, maka bauran energi terbarukan akan meningkat secara signifikan," ungkap Ida Bagus dalam keterangannya, Kamis (15/5/2025).
Baca juga: Proyek PLTS Aslan di Batam Diklaim Bisa Ciptakan 2.000 Pekerjaan
"Dengan demikian, target Bali NZE 2045 bukan sekadar wacana, tetapi menjadi tujuan yang benar-benar dapat dicapai,” imbuh dia.
Sementara itu, I Wayan Koster menyampaikan percepatan pemanfaatan PLTS atap khususnya di bangunan pemerintah, fasilitas publik, dan sektor bisnis di Bali. Ini merupakan satu dari tiga arah kebijakan gubernur.
“Semua kantor pemerintah provinsi, kabupaten, kota harus pakai PLTS Atap. Juga semua hotel, vila, sekolah-sekolah, kampus, dan pasar,” ucap Wayan.
Adapun ketergantungan Bali pada pasokan listrik berbasis fosil, termasuk ketergantungan kabel laut Jawa-Bali mencapai 400 megawatt. Menurut IESR, kondisi itu menunjukkan kerentanan sistem energi yang ada saat ini.
Baca juga: Instalasi PLTS Global Diprediksi Tembus 1TW per Tahun di 2030
PLTS atap dinilai sebagai solusi cepat, fleksibel, dan cocok dengan kondisi geografis serta struktur sosial-ekonomi Bali yang tersebar untuk meningkatkan keamanan pasokan energi.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, berpandangan PLTS atap yang dilengkapi dengan battery energy storage system (BESS) adalah cara yang cepat dan murah dalam meningkatkan sumber pasokan energi listrik di Bali.
Selain itu, mengurangi risiko gagal pasok listrik dari Jawa akibat terganggunya kabel interkoneksi yang memasok 25-30 persen listrik di wilayah tersebut.
“PLTS Atap dan BESS juga dapat menjadi solusi untuk mengelola laju permintaan listrik yang tinggi pasca pandemi, dan mengurangi tekanan kepada PLN untuk menambah pasokan baru untuk memenuhi kecukupan pasokan listrik,” jelas Fabby.
Berdasarkan kajian IESR dengan CORE Universitas Udayana, PLTS atap menjadi kunci peningkatan bauran energi terbarukan khususnya di sektor bangunan.
Baca juga: Pecah Rekor, Kapasitas PLTB dan PLTS China Salip Pembangkit Listrik Termal
Pemanfaatan pembangkit listrik yang masif berkontribusi pada penghematan biaya listrik, menciptakan lapangan kerja hijau baru, hingga perluasan partisipasi masyarakat dalam transisi energi.
Pihaknya merekomendasikan agar pemerintah melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri ESDM Nokor 2 Tahun 2024 yang mengatur tentang PLTS atap untuk mencabut sistem kuota, memperkenalkan kembali skema net-metering dan penggunaan PLTS dengan BESS pada bangunan industri ataupun komersial.
"Revisi ini akan membuka kesempatan luas konsumen listrik di Bali dan di seluruh Indonesia untuk memasang PLTS Atap sebagai pembangkit terdistribusi dan memperkuat ketahanan energi di Indonesia," tutur Fabby.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya