Dengan adanya listrik, semangatnya untuk mengajar siswa semakin bertambah karena berbagai urusannya telah dipermudah.
"Kalau ada listrik sekarang mudah. Ada praktik-praktik, ada ujian-ujian yang penting, itu bisa membantu," papar Ira, sapaannya.
Berbeda dari Yanti dan Ira, Jeni Rambu Leki Nguju sebagai pengusaha wanita lokal merasa senang kehadiran PLTS membuat toko kelontongnya bisa buka lebih malam.
Baca juga: Instalasi PLTS Global Diprediksi Tembus 1TW per Tahun di 2030
Mama Jeni, sapaannya, masih ingat betul bagaimana sulitnya hidup tanpa listrik. Sebagai pemilik toko kelontong, dia harus menutup usahanya tiap pukul 18.30 malam karena gelap gulita.
"Sekarang, sampai jam 22.00 malam pun kalau orang beli, kami punya lampu terang. Mereka bisa beli meski sudah malam," ujar Mama Jeni.
Dari pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada warga, Mama Jeni juga turut merasakan dampaknya sebagai tambahan sampingan.
Mama Jeni menegaskan bahwa dirinya dan segenap warga Mata Rendi berniat untuk menjaga dan merawat PLTS tersebut.
"Kami mau jaga. Kami tak mau kembali ke gelap lagi," paparnya.
Baca juga: Pemerintah Bakal Bangun PLTS Terapung Saguling Lewat JETP
Gender and Inclusion Demonstration Project Strand Mentari Rita Kefi menyampaikan, program pemberdayaan perempuan di sana lahir karena adanya ketimpangan gender yang sangat kuat. Banyak perempuan yang nyaris tak memiliki ruang bersuara atau mengambil keputusan.
Oleh karenanya, Mentari membuat strategi intervensi berbasis gender dan inklusif. Salah satunya adalah mengikutsertakan berbagai elemen dalam setiap pertemuan seperti perempuan, lansia, hingga pemuda.
Akan tetapi, upaya tersebut rupanya tak mudah. Resistensi terhadap peran perempuan terus mengemuka.
"Waktu ada perempuan bicara di forum, laki-lakinya bilang, 'silakan bicara, tapi tetap suara kami yang dipakai'," papar Rita.
Baca juga: PLN dan Perusahaan UEA Perluas Kerja Sama Pengembangan PLTS Terapung
Namun, dengan kegigihan dan semangat pantang menyerah, sekat gender tersebut perlahan terkikis. Para perempuan di sana akhirnya semakin lantang bersuara dan tak ketinggalan dalam setiap musyawarah desa.
Suara-suara mereka mulai didengar dan dihargai. Dampak paling nyata terlihat dari munculnya pemimpin perempuan seperti Yanti.
"Dulu ia bahkan gemetar saat diminta bicara. Kini, dia jadi sosok yang disegani dan didengarkan di forum-forum desa," terang Rita.
Rita menegaskan, perubahan-perubahan tersebut menunjukkan hasil yang menggembirakan untuk mengangkat derajat perempuan di Desa Mata Redi.
Baca juga: Pengembangan Energi Terbarukan Pecahkan Rekor Lagi, PLTS Paling Banyak
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya