Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Ungkap Perbedaan Antara Tupai dan Bajing

Kompas.com - 13/06/2025, 14:56 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Baca juga: Profesor IPB Sebut Bakteri Pereduksi Nitrat Mampu Turunkan Emisi GRK

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi sekaligus Peneliti di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB University, Maryati Surya, mengungkapkan bahwa tupai dan bajing merupakan dua jenis hewan yang berbeda, meskipun kerap disamakan karena penampilan yang mirip dan sama-sama hidup di pepohonan.

Maryati mengungkapkan, dua hewan ini berasal dari ordo yang berbeda, memiliki perilaku serta karakteristik fisik yang kontras, dan membutuhkan pendekatan konservasi yang tidak bisa disamaratakan.

“Kita perlu memahami perbedaan ini, apalagi dalam konteks konservasi dan interaksi dengan satwa liar tersebut,” kata Maryati sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di laman IPB University, Rabu (12/6/2025).

Baca juga: Ahli IPB: Kemarau Basah Bukan karena La Nina, tetapi Sunspot

Maryati menjelaskan bahwa tupai, atau treeshrew (Tupaia), adalah mamalia kecil dari ordo Scandentia. Meski sepintas menyerupai bajing, tupai bersifat omnivora dan memangsa serangga, kutu, hewan kecil lain, serta buah dan biji-bijian.

Secara taksonomi, tupai sangat berbeda dari bajing. Ia termasuk ordo Scandentia yang terdiri atas dua famili: Tupaiidae yang aktif di siang hari (diurnal), dan Ptilocercidae yang aktif di malam hari (nokturnal).

Dari segi fisik, tupai memiliki tubuh kecil dengan berat antara 45 hingga 350 gram, dan panjang tubuh sekitar 12 sampai 21 cm. Moncongnya lebih menonjol, dengan wajah yang cenderung tirus, menyerupai celurut. Selain itu, tupai bersifat soliter dan monogami, serta jarang terlihat mendekati manusia.

“Persebaran tupai berada di wilayah tropis mulai dari India hingga Filipina, termasuk Indonesia—dari Sumatera, Jawa, Bali sampai Kalimantan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Maryati menambahkan bahwa tupai dapat hidup di atas pohon (arboreal) maupun di tanah (terestrial), dengan preferensi lingkungan berupa hutan tropis dan area perkebunan.

Sementara itu, bajing berasal dari ordo Rodentia, famili Sciuridae, yang mencakup berbagai jenis hewan pengerat kecil hingga sedang. Tidak seperti tupai, bajing adalah herbivora yang memakan kacang-kacangan, buah, dan biji-bijian.

Bajing biasanya lebih mudah ditemukan di lingkungan yang dekat dengan manusia dan sering dianggap sebagai hama karena makanannya berasal dari perkebunan setempat,” ujar Maryati.

Secara morfologis, bajing memiliki ciri khas ekor panjang dan lebat yang melengkung ke atas, serta kepala yang bulat dengan pipi dan mata besar. Berbeda dari tupai, bajing hidup dalam kelompok dan bersifat sosial.

Ukuran tubuh bajing juga lebih bervariasi, mulai dari jenis terkecil dengan panjang sekitar 10–14 cm, hingga jenis besar seperti marmot yang beratnya bisa mencapai lebih dari 8 kilogram.

Kesalahan dalam mengidentifikasi kedua hewan ini bukan sekadar soal nama.

Maryati menekankan, kekeliruan tersebut dapat memengaruhi arah riset maupun kebijakan konservasi. Dengan mengenali karakteristik tiap spesies secara akurat, strategi perlindungan habitat pun dapat disusun lebih tepat sasaran.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
LSM/Figur
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Pemerintah
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Pemerintah
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
BUMN
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Pemerintah
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
LSM/Figur
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
LSM/Figur
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
BUMN
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
Pemerintah
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Pemerintah
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Swasta
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Swasta
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Pemerintah
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Pemerintah
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau