Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Berkembang Terjebak Ketergantungan Komoditas, Perlu Ciptakan Nilai Tambah

Kompas.com - 29/07/2025, 19:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Laporan Keadaan Ketergantungan Komoditas yang dirilis oleh Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) pada 21 Juli mengungkap, dunia masih harus berjuang keras untuk melepaskan diri dari ketergantungan komoditas.

Itu adalah kondisi di mana lebih dari 60 persen pendapatan ekspor suatu negara berasal dari komoditas.

Barang-barang tersebut dapat secara luas dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu energi, pertambangan, dan pertanian, mulai dari gandum atau kopi yang kita konsumsi, maupun logam seperti tembaga dan litium yang membantu menggerakkan kehidupan kita sehari-hari.

Ketergantungan pada produk-produk tersebut bisa menghambat pembangunan industri dan mengancam stabilitas fiskal negara ketika harga global bergejolak.

Yang mengkhawatirkan, seperti dilansir dari Eco Business, Selasa (29/7/2025), ketergantungan komoditas sangat umum terjadi di negara-negara dengan ekonomi yang secara struktural lemah dan rentan.

Baca juga: Tiga Komoditas Ini Bisa Menjadi Solusi untuk Pemanfaatan Lahan Suboptimal

Ini memengaruhi lebih dari 80 persen negara-negara terbelakang dan negara-negara berkembang yang terkurung daratan, serta sekitar 60 persen negara-negara berkembang pulau kecil.

Laporan menunjukkan, dua pertiga negara berkembang atau 95 dari 143 negara, bergantung pada komoditas selama tahun 2021 hingga 2023.

Ketergantungan ini khususnya meningkat di negara-negara Afrika Tengah dan Barat, yang sebagian besar memperoleh lebih dari 80 persen pendapatan ekspor mereka dari komoditas primer.

Pola serupa juga muncul di Asia Tengah dan Amerika Selatan, di mana kekayaan sumber daya memainkan peran sentral dalam perdagangan.

Laporan ini pun memperingatkan, tanpa upaya lebih lanjut untuk mendiversifikasi ekonomi dan menambah nilai, negara-negara berisiko menyia-nyiakan peluang untuk mengubah kekayaan bahan mentah mereka menjadi mesin pertumbuhan yang berkelanjutan dan tangguh.

Ekspor komoditas sendiri tetap menjadi tulang punggung ekonomi global, menyumbang 32,7 persen dari total nilai perdagangan internasional antara tahun 2021 dan 2023. Angka ini sedikit menurun dari 35,5 persen yang tercatat satu dekade sebelumnya.

Sementara pertumbuhan nilai perdagangan barang secara keseluruhan lebih cepat (25,6 persen) dibandingkan dengan pertumbuhan nilai perdagangan komoditas (15,5 persen) dalam periode yang sama.

Pergeseran ini menggarisbawahi bahwa negara-negara yang sebagian besar mengekspor bahan mentah bisa kehilangan manfaat lebih luas dari perdagangan global yang semakin didorong oleh diversifikasi, inovasi, dan produksi bernilai tambah.

Produk energi terus mendominasi perdagangan komoditas global, mencapai 44,5 persen dari total nilai selama tahun 2021-2023.

Namun, pangsa tersebut jauh lebih kecil dibandingkan satu dekade sebelumnya, yaitu 52,1 persen, terutama disebabkan oleh penurunan harga minyak dan pergeseran permintaan energi termasuk transisi ke sumber terbarukan yang membentuk kembali arus perdagangan global.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dukung Komitmen Iklim Nasional, TSE Group Resmikan Pembangkit Biogas Kurangi Emisi dan Konsumsi Solar
Dukung Komitmen Iklim Nasional, TSE Group Resmikan Pembangkit Biogas Kurangi Emisi dan Konsumsi Solar
Swasta
eMaggot, Platform Jual Beli Online Maggot untuk Pengolahan Sampah
eMaggot, Platform Jual Beli Online Maggot untuk Pengolahan Sampah
Pemerintah
4.700 Hektare Bekas Lahan Sawit di Tesso Nilo Kembali Ditanami
4.700 Hektare Bekas Lahan Sawit di Tesso Nilo Kembali Ditanami
Pemerintah
Perkuat Sabuk Hijau Hadapi Krisis Iklim, Pemprov DKI Jakarta Tanam 10.000 Mangrove di 4 Pesisir
Perkuat Sabuk Hijau Hadapi Krisis Iklim, Pemprov DKI Jakarta Tanam 10.000 Mangrove di 4 Pesisir
Pemerintah
Dalam 3 Bulan, 4700 Hektare Sawit di Tesso Nilo Telah Dimusnahkan
Dalam 3 Bulan, 4700 Hektare Sawit di Tesso Nilo Telah Dimusnahkan
Pemerintah
Terobosan Formula E, Olahraga Pertama dengan Sertifikasi Net Zero BSI
Terobosan Formula E, Olahraga Pertama dengan Sertifikasi Net Zero BSI
Swasta
Pakar Katakan, Intervensi Iklim di Laut Sia-sia jika Tata Kelolanya Masih Sama Buruknya
Pakar Katakan, Intervensi Iklim di Laut Sia-sia jika Tata Kelolanya Masih Sama Buruknya
LSM/Figur
KLH Luncurkan Waste Crisis Center, Pusat Layanan Pengelolaan Sampah
KLH Luncurkan Waste Crisis Center, Pusat Layanan Pengelolaan Sampah
Pemerintah
ICDX: REC Bukan Cuma Sertifikat, Bisa Jadi Stimulus Capai Target EBT
ICDX: REC Bukan Cuma Sertifikat, Bisa Jadi Stimulus Capai Target EBT
Swasta
Terjadi di Seismic Gap, Gempa Rusia Alarm Bahaya buat Indonesia
Terjadi di Seismic Gap, Gempa Rusia Alarm Bahaya buat Indonesia
LSM/Figur
Ahli Ungkap 2 Hal Penting dalam Konservasi Harimau, Harus Jadi Indikator Kemajuan
Ahli Ungkap 2 Hal Penting dalam Konservasi Harimau, Harus Jadi Indikator Kemajuan
LSM/Figur
KKP Siapkan Peta Nasional Terumbu Karang dan Padang Lamun, Diluncurkan Akhir 2025
KKP Siapkan Peta Nasional Terumbu Karang dan Padang Lamun, Diluncurkan Akhir 2025
Pemerintah
KLH Pastikan Target Penurunan Emisi NDC Kedua Lebih Ambisius
KLH Pastikan Target Penurunan Emisi NDC Kedua Lebih Ambisius
Pemerintah
Perkuat Kolaborasi untuk Wujudkan SDGs, FEM IPB Kirim Mahasiswa KKN ke 2 Negara
Perkuat Kolaborasi untuk Wujudkan SDGs, FEM IPB Kirim Mahasiswa KKN ke 2 Negara
Pemerintah
Hasilkan 1 Juta Ton Limbah per Hari, Lampung Siap Olah Sampah Jadi Listrik
Hasilkan 1 Juta Ton Limbah per Hari, Lampung Siap Olah Sampah Jadi Listrik
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau